Sabtu, 15 Februari 2014

pmkaian obat scr rasional



PERAWAT DAN PEMAKAIAN OBAT SECARA RASIONAL





Pendahuluan

Hidup yang sehat sebagai hak azasi manusia diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan kesehatan termasuk penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari upaya kesehatan yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki etika dan moral yang tinggi, dengan pengetahuan serta keterampilan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan kualitasnya.
Pada kenyataannya, penggunaan obat yang kurang rasional masih banyak dijumpai dalam pelayanan kesehatan sehari-hari, mulai dari praktik dokter, balai pengobatan, puskesmas, sampai di rumah sakit. Yang digolongkan pemakaian obat yang kurang rasional antara lain adalah pemakaian obat secara berlebihan baik dalam jenis maupun jumlah dosis, indikasi pemberian obat yang tidak jelas, tatacara pemakaian atau penggunaan   yang   tidak   tepat,   kombinasi   berbagai   obat   yang   berisiko   tinggi, penggunaan obat mahal sementara masih banyak obat sejenis yang lebih murah, serta penggunaan jenis obat suntik dan infus yang tidak perlu. Pada akhirnya penggunaan obat yang tidak rasional, selain akan berdampak buruk bagi kesehatan individu pasien, namun juga dapat menjadi sumber pemborosan anggaran negara dan meningkatkan beban tambahan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Proses pengobatan menggambarkan suatu proses normal atau "fisiologik" dari pengobatan,  di  mana  diperlukan  pengetahuan,  keahlian  sekaligus  berbagai pertimbangan profesional dalam setiap tahap sebelum membuat suatu keputusan. Kenyataannya dalam praktek, sering dijumpai kebiasaan pengobatan (peresepan, prescribing habit) yang tidak berdasarkan proses dan tahap ilmiah tersebut. Hal ini sering menimbulkan suatu  keadaan "patologik"  atau  tidak  normal  dalam  peresepan dengan berbagai dampaknya yang merugikan. Secara umum patologi peresepan ini lebih dikenal sebagai peresepan yang tidak rasional (irrational prescribing) atau peresepan yang tidak benar(in appropriate prescribing).

Penggunaan Obat yang Tidak Rasional

Terdapat beberapa kriteria untuk dikatakan bahwa pemberian obat sudah rasional atau tidak. Penggunaan obat yang baik harus memenuhi lima tepat yaitu, tepat sesuai klinis atau diagnosis, tepat dosis, tepat jangkau waktu, tepat informasi, dan tepat harga. Jika tidak memenuhi beberapa unsur itu, pasien sebagai konsumen akan dirugikan karena harus mengonsumsi obat secara tidak rasional dan mengeluarkan biaya pengobatan yang lebih mahal.
Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional.
Yang jelas masih banyak hal yang dapat ditingkatkan dalam pemakaian obat umumnya dan khususnya dalam peresepan obat (prescribing). Secara singkat, pemakaian obat (lebih sempit lagi adalah peresepan obat atau prescribing), dikatakan tidak  rasional apabila kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak  ada  sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya (Vance & Millington, 1986). Di sini terkandung aspek manfaat, risiko efek samping dan biaya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam membuat pertimbangan mengenai manfaat, risiko dan biaya ini masing-masing dokter dapat berbeda sama sekali. Tetapi perbedaan tersebut dapat dikurangi atau diperkecil kalau komponen-komponen dasar dalam proses keputusan terapi atau elemen-elemen pokok pemakaian obat secara rasional tetap selalu dipertimbangkan.
Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengobati tanpa meninggalkan efek samping atau dengan efek samping seminimal mungkin, juga dengan harga obat yang terjangkau dan mudah didapat masyarakat. Dalam praktik sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak faktor, tujuan pengobatan tersebut sering tidak tercapai. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemberian obat kurang rasional antara lain:
1.  Kurangnya pengetahuan dari tenaga kesehatan dalam ilmu obat-obatan;

2.  Adanya kebiasaan dokter meresepkan jenis atau merk obat tertentu;

3.  Kepercayaan masyarakat terhadap jenis atau merk obat tertentu;

4.  Keinginan pasien yang cenderung ingin menggunakan obat tertentu, dengan sugesti menjadi lebih cepat sembuh.
5.  Adanya sponsor dari industri farmasi tertentu;

6.  Pemberian obat berdasarkan adanya hubungan baik perorangan dengan pihak dari industri farmasi;
7.  Adanya keharusan dari atasan dalam suatu instansi atau lembaga kesehatan untuk meresepkan jenis obat tertentu;
8.  Informasi yang tidak tepat atau bias, sehingga pemakaian obat menjadi tidak tepat;

9.  Beban  pekerjaan  yang  terlalu  berat  sehingga  tenaga  kesehatan  menjadi  tidak sempat untuk berpikir mengenai rasionalitas pemakaian obat;
10. Adanya  keterbatasan  penyediaan  jenis  obat  di  suatu  instansi  atau  lembaga kesehatan tertentu, sehingga jenis obat yang diperlukan untuk suatu penyakit justru tidak tersedia, sehingga memakai obat yang lain.


Penggunaan obat yang kurang rasional atau tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Adanya berbagai efek dari tiap jenis obat dapat menimbulkan efek interaksi obat di dalam tubuh yang dapat merugikan ataupun membahayakan apabila pemakaian obat diberikan dalam jumlah jenis yang melebihi batas.
Sebagai contoh, apabila diberikan 3 jenis obat maka akan didapatkan adanya 3 macam  jenis  interaksi  obat,  namun  apabila  diberikan  5  jenis  obat  akan  menghasil kurang lebih 10 macam interaksi obat yang mempunyai resiko tinggi bagi pemakai. Pemakaian  obat  suntik  serta infus yang kurang  rasional  juga  banyak  ditemukan  di lapangan, terutama pada sarana kesehatan tingkat dasar seperti puskesmas ataupun dokter praktik swasta di daerah dengan ruang lingkup komunitas masyarakat menengah ke bawah. Adanya kepercayaan yang berakar pada masyarakat berpendidikan rendah yang  merasa  belum  diobati  apabila  belum  diberikan  obat  suntik.  Jenis  infus  yang jenisnya terbatas & tersedia pada sarana kesehatan seperti puskesmas juga menyebabkan penggunaan infus menjadi tidak tepat.
Adanya berbagai media informasi (media cetak, televisi, radio, internet, dst) juga memberikan efek kurang baik yang menyebabkan masyarakat menggampangkan memakai  obat  seperti  obat  pengurang  nyeri  atau  penurun  panas  yang  tidak  tepat indikasi pemakaiannya. Seperti karena adanya beban pekerjaan, maka seseorang dengan gampang  menggunakan  obat  pengurang  nyeri  karena  merasa  sedikit  nyeri kepala. Begitupun bagi para ibu rumah tangga yang cepat merasa khawatir apabila ada anaknya yang demam, maka dengan cepat mereka diberikan obat penurun  panas. Penggunaan  obat  antibiotik  pada  praktik  pelayanan  kesehatan  dapat  digolongkan

menjadi beberapa jenis yaitu pengobatan suatu penyakit berdasarkan pedoman dosis & cara tertentu, & ada juga yang menggunakan dosis berdasarkan pengalaman sehari- hari.
Adanya kekebalan & tingkat infeksi kuman yang meningkat, menyebabkan dosis pengobatan biasanya lebih tinggi dari pada yang seharusnya. Ditambah pula dengan adanya kemajuan teknologi farmasi yang mengembangkan antibiotik menjadi beberapa generasi & terus berkembang sampai sekarang.
Banyak dokter praktik swasta sekarang yang merangkap menjadi pemasar dari perusahaan farmasi tertentu atau mengikuti keanggotaan Multi Level Marketing (MLM) kesehatan. Umumnya, produk yang dijual adalah suplemen makanan (food supplement) atau multivitamin. Pemakaian suplemen makanan ataupun multivitamin ini menjadi tidak rasional  tatkala  pemberian  tidak  berdasarkan  indikasi,  atau  karena  harga  yang dikenakan cukup mahal, kadangkala malah jauh lebih mahal daripada obat yang justru penting diberikan untuk penyakitnya.
Pada beberapa kasus, perusahaan farmasi yang menjadi sponsor penyelenggaraan kegiatan ilmiah, kadang dianggap berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan yang menjadi terikat pada hubungantenaga kesehatan dengan perusahaan farmasi tersebut. Keengganan menuliskan resep obat generik oleh kebanyakan dokter karena intervensi perusahaan farmasi seperti inilah yang membuat masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi kadang harus membayar lebih mahal untuk obat yang seharus dapat dibeli dengan murah.
Di puskesmas daerah yang sangat terpencil & sangat sulit dijangkau karena medan yang sulit ditempuh oleh pegawai dinas kesehatan, kadang pasokan obat-obatan tidak terjamin dengan lancar, karenanya pegawai puskesmas hanya memberikan obat-obatan yang hanya tersedia kepada pasien yang berobat, walaupun indikasi pemakaiannya tidak tepat.
Menilik banyaknya permasalahan, diusulkan alternatif pemecahan masalahnya:

1.  Tenaga kesehatan didorong mengikuti forum-forum ilmiah mengenai penggunaan obat rasional untuk menambah wawasan serta ilmu pengetahuan tenaga kesehatan mengenai obat. Seperti kita ketahui, pengobatan akan memberikan efek pokok, efek samping, efek yang tak terduga & efek racun. Karenanya menambah wawasan soal ini merupakan suatu keharusan mengingat kemungkinan risiko yang akan ditimbulkan.
2.  Membatasi penggunaan obat suntik ataupun pemberian infus yang tidak perlu.

3.  Menghimbau kepada pemerintah untuk membantu membatasi iklan di media massa yang menghasut’ konsumen untuk menggunakan obat bebas tertentu yang dalam jangka panjang mempunyai efek samping yang kurang baik untuk kesehatan.
4.  Pemberian suplemen makanan atau multivitamin hanya apabila tenaga kesehatan merasa pasien memang memerlukannya. Misalnya pada pasien kencing manis diberikan makanan yang tidak mengandung glukosa. Sebaiknya tenaga kesehatan juga melihat keadaan ekonomi si pasien, mengingat harga suplemen makanan umumnya mahal.
5.  Mendorong kebiasaan untuk menulis resep obat  generik, mengingat harga  obat generik yang terjangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.
6.  Meminta pemerintah untuk memperbanyak publikasi mengenai penggunaan obat rasional, yang dipasang di tempat umum & sarana kesehatan. Juga mengharuskan tenaga kesehatan untuk mengikuti seminar/pelatihan mengenai penggunaan obat yang rasional disertai punish & reward dalam pelaksanaannya.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat yang rasional merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan, dengan mengingat adanya kemungkinan  kesalahan  dalam  pengobatan.  Pengobatan  dengan  obat  yang  kurang tepat indikasinya atau harga yang lebih mahal dari yang seharusnya hanya akan memberatkan pasien.


Dampak Negatif Pemakaian Obat yang Tidak Rasional

Dampak negatif pemakaian obat yang tidak rasional sangat luas dan kompleks seperti halnya faktor-faktor pendorong atau penyebab terjadinya. Tetapi secara ringkas dampak tersebut dapat digambarkan seperti berikut.
1.  Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan

Beberapa kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara luas juga dampak negatifnya terhadap upaya penurunan mortalitas dan morbiditas penyakit- penyakit tertentu. Misalnya, kebiasaan untuk selalu memberi antibiotik dan anti-diare terhadap kasus-kasus diare akut, tanpa disertai pemberian campuran rehidrasi oral (Oralit)  yang  memadai,  akan  berdampak  negatif  terhadap  upaya  penurunan mortalitas diare. Juga pemakaian tetrasiklin pada kasus-kasus faringitis streptokokus (yang  disebabkan  oleh  kuman  Streptokokus  beta-hemolitikus)  akan  berdampak

negatif terhadap upaya pencegahan demam rematik oleh karena tetrasiklin bukan obat pilihan untuk faringitis streptokokus.
2.  Dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan

Pemakaian obat-obatan tanpa indikasi yang jelas, untuk kondisi-kondisi yang sebetulnya tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan,  baik  dari sisi pasien maupun sistem pelayanan. Dokter mungkin kurang memperhatikan dampak ekonomi ini, tetapi bagi pasien yang harus membayar atau bagi sistem pelayanan yang harus menanggung ongkos pengobatan, hal ini akan sangat terasa. Kebiasaan peresepan yang terlalu tergantung pada obat-obat paten yang mahal, jika ada alternatif obat generik dengan mutu dan keamanan yang sama, jelas merupakan beban dalam pembiayaan dan merupakan salah satu bentuk ketidak rasionalan.
3.  Dampak terhadap kemungkinan efek samping obat

Kemungkinan risiko efek samping obat dapat diperbesar oleh pemakaian obat yang tidak  tepat.  Ini  dapat  dilihat  secara  individual  pada  masing-masing  pasien  atau secara epidemiologik dalam populasi. Pemakaian obat yang berlebihan baik dalam jenis (multiple prescribing) maupun dosis (over prescribing) jelas akan meningkatkan risiko  terjadinya  efek  samping.  Pemakaian  antibiotika  secara  berlebihan  juga dikaitkan dengan meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik yang bersangkutan dalam populasi (Levy, 1982). Ini mungkin merupakan contoh dampak efek samping yang kurang nyata pada seorang penderita tetapi jelas merupakan konsekuensi serius secara epidemiologik.
4.  Dampak psikososial

Pemakaian  obat  secara  berlebihan  oleh  dokter  seringkali  akan  memberikan pengaruh psikologik pada masyarakat. Masyarakat menjadi terlalu tergantung pada terapi obat walaupun intervensi obat belum tentu merupakan pilihan utama untuk kondisi tertentu. Lebih parah lagi kalau kemudian karena terlalu percaya atau tergantung pada intervensi obat, bentuk-bentuk intervensi lain untuk kondisi tertentu tersebut lalu ditinggalkan. Sebagai contoh, karena terlalu percaya bahwa pemakaian obat seperti aspirin secara terus-menerus akan dapat mencegah penyakit jantung koroner, maka profilaksi-profilaksi yang lebih penting terhadap faktor risiko yang sudah jelas misalnya, tidak merokok lantas diabaikan. Atau dalam klinik, karena terlalu percaya pada pemberian profilaksi antibiotika maka tindakan-tindakan aseptik pada pembedahan lalu tidak diperhatikan secara ketat.

Beberapa dampak negatif yang diutarakan tersebut mungkin jarang terperhatikan sewaktu dokter menulis resep atau memutuskan pengobatan, tetapi baru akan jelas kalau dikaji secara khusus dan luas. Mungkin masih banyak dampak-dampak negatif lain yang belum tercakup, tetapi yang penting adalah bahwa kemungkinan-kemungkinan terjadinya dampak negatif tersebut bukanlah semata-mata sesuatu yang teoritis saja.


Ciri Pemakaian Obat yang Tidak Rasional

Seperti diutarakan di muka, secara ringkas dikatakan pemakaian obat tidak rasional kalau  manfaat  yang  didapat  tidak  sebanding  dengan  kemungkinan  risiko  yang disandang  pasien  atau  biaya  yang  harus  dikeluarkan.  Tetapi  secara  lebih  luas pemakaian obat yang tidak rasional akan memberikan ciri-ciri umum seperti yang diuraikan berikut:
1.  Pemakaian obat dimana sebenarnya indikasi pemakaiannya secara medik tidak ada atau samar-samar.
2.  Pemilihan obat yang keliru untuk indikasi penyakit tertentu.

3.  Cara pemberian obat, dosis, frekuensi dan lama pemberian yang tidak sesuai.

5.  Pemakaian  jenis  obat  dengan  potensi  toksisitas  atau  efek  samping  lebih  besar padahal  obat  lain  yang  sama  kemanfaatannya  (efficacy)  dengan  potensi  efek samping lebih kecil juga ada.
6.  Pemakaian   obat-obat   mahal   padahal   alternatif   yang   lebih   murah   dengan kemanfaatan dan keamanan yang sama tersedia.
7.  Tidak memberikan pengobatan yang sudah diketahui dan diterima kemanfaatannya dan keamanannya (established efficacy and safety).
4.  Memberikan pengobatan dengan obat-obat yang kemanfaatan dan keamanannya masih diragukan.
8.  Pemakaian obat yang semata-mata didasarkan pada pengalaman individual tanpa mengacu   kepada   sumber-sumber   informasi   ilmiah   yang   layak,   atau   hanya didasarkan pada sumber-sumber informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya.
9.  Pemakaian obat yang didasarkan pada instink dan intuisi tanpa melihat fakta dan kebenaran ilmiah yang lazim. Ini misalnya terlihat pada dokter-dokter yang meng- klaim mempunyai cara-cara inkonvensional dalam pengobatan.

Masih banyak lagi ciri pemakaian obat yang tidak rasional yang tidak kesemuanya dapat diuraikan di sini. Ini sedikit banyak akan tergantung pada definisi dan kriteria serta siapa yang menilai ketidakrasionalan tersebut. Masing-masing ciri yang digambarkan di atas tidak berdiri satu-satu secara sendiri-sendiri, tetapi akan saling terkait satu sama lain. Sebagai contoh, di Indonesia sebagian besar (+ 70%) dari pasien-pasien yang datang ke  Puskesmas  mendapatkan  suntikan  (Ministry  of  Health,  1988)  walau  tidak  jelas indikasi  medik  pemberian  suntikan  tersebut.  Bila  disimak  lebih  lanjut  tingginya pemakaian suntikan tersebut, bukan hanya indikasinya saja yang secara medik tidak jelas, tetapi juga memenuhi ciri-ciri ketidakrasionalan yang lain seperti diuraikan di atas. Bentuk-bentuk ketidak-rasionalan pemakaian obat juga dapat dikelompokkan seperti berikut (MSH, 1984),
1.  Peresepan boros (extravagant), yakni peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternative yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk di sini mestinya adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simtomatik sampai mengurangi alokasi obat-obat yang lebih vital. Misalnya pemakaian obat-obat antidiare yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih vital untuk menurunkan mortalitas.
2.  Peresepan berlebihan (over prescribing), terjadi bila dosis obat, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan melebihi ketentuan. Juga peresepan dengan obat- obat yang sebenarnya tidak diperlukan dapat dikategorikan dalam bentuk ketidak- rasionalan ini
3. Peresepan yang salah (incorrect prescribing), mencakup pemakaian obat untuk indikasi yang keliru, diagnosis tepat tetapi obatnya keliru, pemberian obat ke pasien salah. Juga pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisi lain yang diderita bersamaan.
4.  Peresepan  majemuk  (multiple  prescribing),  yakni  pemakaian  dua  atau  lebih kombinasi obat padahal sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja. Termasuk di sini adalah pengobatan terhadap semua gejala yang mungkin tanpa mengarah  ke  penyakit  utamanya.  Sebagai  contoh,  di  Puskesmas  pasien  yang datang rata-rata akan menerima obat + 4 jenis per episode kunjungan.
5. Peresepan kurang (under prescribing) terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis tidak cukup atau lama pemberian terlalu pendek.

Bentuk-bentuk ketidakrasionalan dalam praktek banyak dijumpai, dan mungkin jarang terlintas di pikiran kita kalau tidak ditelaah secara dalam apakah suatu pola peresepan tertentu sudah optimal atau belum. Walaupun mungkin ada keragaman antar berbagai daerah pelayanan, tetapi umumnya bentuk-bentuk ketidakrasionalan pemakaian obat menunjukkan pola yang mungkin serupa. Beberapa contoh yang sering dijumpai, misalnya:
-   Pemakaian antibiotika dan bukannya oralit pada kasus-kasus diare akut.

-   Pemakaian  antibiotika untuk  infeksi-infeksi  saluran  nafas  akut  yang  non-bakterial

(ISPA ringan)

-   Pemakaian suntikan tanpa indikasi jelas padahal pemakaian obat secara oral juga dimungkinkan.
-   Pemakaian berbagai tonikum dan multivitamin tanpa indikasi medik yang tepat.

-   Pemberian obat secara berondongan (shotgun) dengan berbagai macam obat tanpa dasar jelas.
-   Pemakaian hormon untuk perangsang nafsu makan dan pertumbuhan pada anak,

-   Pemakaian steroid secara sembarangan untuk terapi simtomatik berbagai kondisi,

-   Pemakaian profilaksi antibiotika untuk semua tindakan bedah tanpa indikasi yang jelas,
-   Pemakaian antibiotika profilaksi pada kondisi malnutrisi.



Masih banyak lagi contoh-contoh ketidakrasionalan pemakaian obat yang sering dilihat dalam praktek, tetapi kesemuanya sesuai dengan ciri-ciri yang digambarkan di muka.


Faktor Penyebab

Faktor-faktor  penyebab  atau  pendorong  terjadinya  praktek  peresepan  yang  tidak rasional sangat kompleks dan beragam. Berbagai faktor saling terkait satu sama lain dan tidak bekerja secara sendiri-sendiri. Walaupun tidak jelas faktor yang dominan tetapi secara umum maka hal-hal berikut merupakan penyebab atau pendorong terjadinya praktek-praktek peresepan yang tidak rasional,
·    Kelemahan dalam bekal pengetahuan dan ketrampilan mengenai pemakaian obat (terapetika)  baik  yang  didapat  selama pendidikan (pre-service)  atau kekurangan penyegaran-penyegaran sesudah menjalankan praktek (in service). Termasuk di sini adalah kekurangan informasi mengenai obat dan terapetika.

·    Aktivitas promosi yang berlebihan dari industri farmasi, apalagi kalau disertai dengan ikatan-ikatan tertentu dengan para penulis resep (prescribing).
·    Rasa ketidak-amanan (insecurity) dan ketidakpastian diagnostik ataupun prognostik.

Karena  takut  kalau  diagnosis  infeksi  tidak  tepat,  maka  langsung  diberondong dengan berbagai jenis antibiotika. Karena takut kalau penyakit, walaupun ringan saja (misalnya infeksi) berkembang ke komplikasi yang berat, langsung diberi antibiotika.
·    Rasa gengsi yang tidak tepat  dari penulis resep, misalnya  agar tidak  dianggap ketinggalan jaman selalu membuat resep dengan obat yang terbaru tanpa pertimbangan jauh.
·    Sistim suplai obat yang tidak efisien.

·    Beban pelayanan pasien yang terlalu banyak sehingga setiap pasien tidak sempat ditangani secara optimal.
·    Ketiadaan buku pedoman pengobatan di unit-unit pelayanan.

·    Tekanan dan permintaan dari pasien, terutama bila dokter ingin menuruti semua keinginan pasien akan obat tanpa dipilih mana yang tepat dan yang tidak tepat.
·    Generalisasi secara keliru pengalaman-pengalaman individual yang belum dianalisis secara tepat misalnya, ada alasan pemakaian tetrasiklin pada diare akut seperti ini: "...saya selalu memberikan tetrasiklin untuk pasien diare akut, karena menurut pengalaman kalau diberi tetrasiklin selalu sembuh..."
·    Anggapan-anggapan atau kepercayaan yang keliru tentang manfaat obat, misalnya: "...karena populasi kita lebih banyak malnutrisi, maka perlu lebih banyak antibiotika profilaksis pada keadaan gangguan-gangguan ringan seperti influenza...."
·    Ketidak-mampuan menelaah setiap informasi secara kritik analitik (critical appraisal), sehingga setiap jenis informasi gampang sekali mempengaruhi pola kebiasaan peresepan.


Kriteria Kerasionalan

Suatu pengobatan dikatakan rasional bila memenuhi beberapa kriteria tertentu. Kriteria ini mungkin akan bervariasi tergantung interpretasi masing-masing, tetapi paling tidak akan mencakup hal-hal berikut:
- ketepatan indikasi

- ketepatan pemilihan obat

- ketepatan cara pemakaian dan dosis obat

- ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien/dan tindak lanjut efek pengobatan.

Indikasi  pemakaian  obat  secara  khusus  adalah  indikasi  medik  di  mana  intervensi dengan  obat  (farmakoterapi)  memang  diperlukan  dan  telah  diketahui  memberikan manfaat terapetik. Pada banyak keadaan, ketidak-rasionalan pemakaian obat terjadi oleh karena keperluan intervensi farmakoterapi dan kemanfaatannya tidak jelas. Pertanyaan  yang  harus  dijawab  dalam  kriteria  indikasi  ini  adalah  "Apakah  obat diperlukan?". Kalau ya, efek klinik apa yang paling berperan terhadap manfaat terapetik. Hal ini akan menentukan evaluasi terhadap hasil terapi. Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan, yakni:
·    Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti.

·    Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan imbang dengan manfaat yang akan diperoleh.
·    Biaya  obat  paling  sesuai untuk  alternatif-alternatif  obat  dengan manfaat  dan keamanan yang sama dan paling terjangkau oleh pasien (affordable).
·    Jenis obat yang paling mudah didapat (available).

·    Cara pemakaian paling cocok dan paling mudah diikuti pasien.

·    Sedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat.

Banyak ketidakrasionalan bersumber pada pemilihan obat-obat dengan manfaat dan keamanan yang samar-samar atau obat-obat yang mahal pada alternatif yang sama dengan harga lebih murah juga tersedia.
Cara   pemakaian   obat   memerlukan   pertimbangan   farmakokinetika,   yakni:   cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti oleh pasien dan paling aman serta efektif untuk pasien. Apakah pasien benar-benar memerlukan suntikan? Oleh karena sebagian besar pemberian suntikan yang terjadi umumnya tidak ada indikasi secara jelas, sering tidak memberikan kelebihan manfaat dibandingkan alternatif pemberian lain, lebih besar dibanding per oral. Juga perlu dipertimbangkan di sini adalah kemungkinan terjadinya interaksi bila diberikan obat lebih dari satu.
Ketepatan  pasien  serta  penilaiannya  mencakup  pertimbangan  apakah  ada kontraindikasi atau adakah kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual. Apakah ada keadaan yang merupakan faktor konsitusi terjadinya efek samping obat pada penderita. Jika kemudian terjadi efek samping tertentu, bagaimana menentukan dan menanganinya.

Penutup

Kejadian ketidak-optimalan pengobatan misalnya dalam bentuk ketidak-rasionalan pengobatan, selalu merupakan konsekuensi dari pengobatan itu sendiri. Namun demikian, dengan mengetahui bentuk-bentuk yang terjadi, faktor-faktor pendorong yang mungkin  berperan  dan  intervensi-intervensi  yang  paling  efektif,  kejadian ketidakrasionalan pemakaian obat dapat ditekan seminimal mungkin. Sehingga dampak negatifnya dalam pelayanan juga dapat diusahakan sekecil mungkin.




Kepustakaan

H.V. HOGERZEIL, BIMO, D. ROSS-DEGNAN, R.O. LAING, D. OFORI-ADJEI, B. SANTOSO, A.K.
AZAD CHOWDHURY, A.M. DAS, K.K. KAFLE, A.F.B. MABADEJE & A.Y. MASSELE (1993) Field test for rational drug use in twelve developing countries. The Lancet, December
4, 1993, pp:1408-1410.
LEVY BS (1982) Microbial resistance to antibiotics. An evolving and persistent problem. In: Anonymous (ed). Good Antimicrobial Prescribing. A Lancet review, pp 4-19. Lancet
Ltd., London.
MANAGEMENT SCIENCES FOR HEALTH (1984) Managing Drug Supply, 1st ed. Management
Sciences for Health, Boston.
MINISTRY OF HEALTH, YAYASAN INDONESIA SEJAHTERA & MANAGEMENT SCIENCES FOR HEALTH  (1988)  Where Does the Tetracycline Go? Child Survival Pharmaceutical in
Indonesia Report part II.
VANCE MA & MILLINGTON WR (1986) Principle of irrational drug therapy. International
Journal of Health Sciences 16(3): 355-61
WORLD HEALTH ORGANIZATION (1993) How to Investigate Drug Use in Health Facilities.
WHO, Geneva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar