Sabtu, 22 Februari 2014

obat public dan perbekkes




BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan. Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 30-
40%  dari  dana  alokasi  pembangunan  kesehatan  dialokasikan  untuk pengadaan obat.
Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi  daerah  membawa  implikasi  terhadap  organisasi  kesehatan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,   bila   sebelumnya   di   seluruh   Kabupaten/Kota   terdapat Gudang   Farmasi,   maka   dengan   diserahkannya   Gudang   Farmasi kepada pemerintah daerah,  organisasi tersebut tidak  selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota.
Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK), minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih,  sistem  pengelolaan  obat,  sarana  baik  gedung,  komputer maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif lebih besar dibanding dengan adanya Gudang Farmasi Kab/Kota (GFK), karena personal terlatih di pindah tugaskan, sarana diubah peruntukkannya, mekanisme pengelolaan obat tidak sesuai dengan standar yang berlaku.



Agar pengelolaan obat sesuai dengan tujuan di atas, maka  perlu dilakukan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara terus menerus yang berdampak terhadap semakin baik dan efisien pelayanan kesehatan dasar, terutama pelayanan obat, sehingga masyarakat pengguna jasa kesehatan akan mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang ditetapkan.


B. Tujuan

1.  Agar diperoleh gambaran mengenai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM pengelola obat
2.  Sebagai bahan untuk penentu kebijakan dalam rangka menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan di masa yang akan datang.


C. Sasaran Kegiatan

Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 33 Provinsi yang masing-masing diwakili oleh dua Kabupaten/Kota, dilihat dari aspek SOTK,          SDM,   Sarana   Prasarana,   Pengelolaan   Obat   Publik   dan Perbekalan Kesehatan, dan Anggaran Belanja Obat.



BAB II GAMBARAN UMUM


Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33
Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur.
Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.
Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan penyempurnaan  pengelolaan  obat  di  kabupaten/kota  harus  dilakukan secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana dan prasarana.
Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur, diperlukan  adanya  instrumen.  Instrumen  yang  dikembangkan  ini merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota maupun provinsi mengetahui kondisi pengelolaan obat di masing-masing kabupaten/kota.



Penilaian menggunakan instrumen Stratifikasi Instalasi Pengelolaan Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan, dengan pembagian strata :

1.  Strata A dengan nilai 86 - 100

2.  Strata B dengan nilai 71 – 85

3.  Strata C dengan nilai 56 – 70

4.  Strata D dengan nilai kurang dari 55

Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu: A.  Sumber Daya Manusia
a.  Penanggungjawab Instalasi Farmasi b.  Ketenagaan
c.  Peningkatan kapasitas sumber daya manusia

B.  Sarana dan Prasarana a.  Luas Tanah
b.  Luas Gedung

c.  Status Gedung

d.  Sarana Perlengkapan Penyimpanan e.  Sarana Pengolahan Data
f.   Sarana Transportasi g.  Sarana Pengamanan h.  Peralatan Komunikasi
C. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a.  Perencanaan
b.  Pengadaan

c.  Penyimpanan

d.  Pendistribusian

e.  Pengendalian Penggunaan f.   Pencatatan dan Pelaporan g.  Monitoring dan Evaluasi



BAB III PEMBAHASAN


A. STRUKTUR  ORGANISASI  PENGELOLAAN  OBAT  PUBLIK  DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penerapan Undang - Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh Kabupaten/Kota mempunyai organisasi pengelolaan obat yang disebut GFK. Dengan adanya PP Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat Daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sudah berbentuk UPT. Namun, saat ini bentuk organisasinya masih sangat beragam mulai dari seksi, UPTD, GFK, Instalasi dan sebagainya.
Untuk lebih meningkatkan keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota   dalam   rangka   menjalankan   tugas   dan   fungsinya dengan baik, di dalam KONAS tahun 2005 disebutkan bahwa keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dirubah namanya menjadi Instalasi Farmasi Kabupaten  Kota  (  IFK  ). Kebijakan  pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one gate  policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada   efisiensi, efektivitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing- masing Kabupaten/Kota.



Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah.
Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan     dapat     mengacu     kepada     SK     Menkes     RI     No.
610/Men.Kes./S.K/XI/81 tahun 1981. tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota, sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas
untuk menunjang tugas pokok induknya.




Struktur Organisasi











UPTD, 33,
49%


Lain-lain, 2,
3%




Sie
Farmasi,
32, 48%










Berdasarkan  grafik  diatas  dapat  dilihat  bahwa  dari  67  (enam puluh tujuh) kab/kota di 33 provinsi yang diberikan bimbingan teknis sebanyak 33 (tiga puluh tiga) kab/kota sudah dalam bentuk UPTD, 32 (tiga puluh dua) dalam bentuk seksi farmasi dan 2 (dua) kab/kota dalam bentuk lain-lain.



B. SUMBER   DAYA   MANUSIA   PENGELOLA   OBAT   PUBLIK   DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pada UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.


1.  PENANGGUNG JAWAB

Penanggungjawab IFK





AA/SMF, 9,
13%


Tenaga Kes
Lain, 3, 4%        Lain-lain, 3, 4%



D-3  Farmasi, 3,
4%
S-1  Farmasi, 1,
1%






Apoteker, 51,
74%






Dari diagram dapat dilihat bahwa Instalasi Farmasi pada 67

Kabupaten/Kota di 33 Propinsi sebagian besar sudah dikelola oleh Apoteker sebagai penanggung jawabnya (51 kabupaten/kota). Hal ini sudah cukup baik mengingat Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan keahliannya.



2.  KETENAGAAN


Ketenagaan


Text Box: Jumlah Kabupaten/Kota70          60
60
50                                                                    46
40                                                 34
30
20                               9
10                                                                                        1                 1
0


Apoteker       S-1
Farmasi


D-3
Farmasi


AA/SMF    Tenaga
Kes  Lain


Lain-lain




Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 60

Kabupaten/Kota  memiliki  apoteker,  46  Kabupaten/Kota  memiliki

AA/SMF,     34     Kabupaten/Kota     memiliki     D3     Farmasi,     9

Kabupaten/Kota   memiliki   S1   Farmasi   dan   1   Kabupaten/Kota memiliki Tenaga Kesehatan Lain dan Lain-lain.

3.  PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA




Peningkatan Kapasitas SDM


25
20
20

15                                                                         12
10
10
5
5



Text Box: Jumlah Kabupaten / Kota0
PENGELOLA AN OBA T DA N PERBEKKES


PENGELOLA AN OBA T PUSKESMA S


PPOT               SOFT-WARE KETERSEDIA AN
OBA T



Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 20

Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan obat dan perbekkes, 12 Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan perencanaan pengelolaan obat terpadu (PPOT), 10 Kabupaten/Kota telah   mengikuti   pelatihan   software   ketersediaan   obat   dan   5
Kabupaten/Kota telah  mengikuti  pelatihan  pengelolaan  di puskesmas.


C. SARANA DAN PRASARANA PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara  dengan  cara  menempatkan  obat-obatan  yang  diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Adapun tujuan penyimpanan antara lain adalah : Untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.
Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut :



1.  LUAS TANAH


Luas Tanah


45                                                                                          42
40
Text Box: Jumlah kab/Kota35
30
25                              22
20
15
10
5
0
500                                                  > 500

Luas Tanah (m2)


Dari diagram diatas terlihat bahwa sebanyak 22 (dua puluh dua) kabupaten/kota memiliki luas tanah kurang dari 500 m2, 42 (empat puluh dua) kabupaten kota memiliki luas tanah lebih dari 500 m2.

2.  LUAS GEDUNG


Luas Bangunan


45
39
40
Text Box: Jumlah Kab/Kota35
30                                                                                          28
25
20
15
10
5
0
300                                                  > 300

Luas Bangunan (m2)



Dari diagram diatas terlihat bahwa 39 (tiga puluh sembilan) kabupaten/kota memiliki luas bangunan kurang dari 300 m2, dan hanya 28 (dua puluh delapan) Kabupaten/Kota sudah memiliki luas bangunan lebih dari 300 m2.
Luas tanah dan bangunan yang memadai berguna untuk kemudahan  dan    kelancaran  dalam  penyimpanan  dan  distribusi obat.. Ruang penyimpanan yang cukup luas mempermudah sirkulasi keluar masuk obat di ruang penyimpanan. Luasnya ruang penyimpanan obat dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran obat yang ada.


3.  STATUS GEDUNG


Status Gedung


80
70                              67

Text Box: Jumlah Kab/Kota60

50

40

30

20

10
0
0
Milik Sendiri                                             Sewa


Sudah semua gedung Instalasi Farmasi kabupaten/kota memiliki status hak milik. Status kepemilikan gedung ini sangat penting bagi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk dapat mendesain/merenovasi sesuai dengan kebutuhannya.



4.  PENGAMANAN
Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah teralis disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah,  batako  atau  bahan  lain  yang  cukup  kuat  dan  kawat berduri  atau  kawat  harmonika      juga  dapat  digunakan  pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan  untuk  alat  pemadam  kebakaran  selain  digunakan jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung.



Sarana Pengamanan



60                                                             56

50



47                                    46



40

30

20

Text Box: Jumlah Kab/Kota10                     8

0
Alarm                              Teralis                      Pagar Pengaman         Pemadam Kebakaran


Dari   diagram diatas terlihat bahwa instalasi farmasi di 33 propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/Kota memiliki alarm sebanyak  8  (delapan)  kab/kota,  memiliki  teralis  sebanyak  56 (lima puluh enam) kab/kota, memiliki pagar pengamanan sebanyak 47 (empat puluh tujuh) kab/kota, serta 46 (empat puluh enam) kab/kota memiliki alat pemadam kebakaran.



5.  PERLENGKAPAN PENYIMPANAN

Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan  yang memadai.
Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan
sebagai pengganti apabila aliran listrik padam.




Sarana Perlengkapan Penyimpanan




70      62       62
Text Box: Jum lah Kab/Kota60
50
40
30
Narkotik & OKT20
10
RakPalletLema ri ObLema ri0



49        51


65
50       54

Exhaust FanKipas Angin34
27
at Lema ri Vaksin/Cold Ch ainLema ri EsKereta Do ron gAir Co nditionerGeneratorPom pa Air20                                           16                               20








Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki sarana penyimpanan obat seperti rak sudah dimiliki 62 (enam puluh dua) kab/kota, pallet sudah dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, lemari obat dimiliki oleh  49  (empat  puluh  sembilan)  kab/kota,  lemari  Narkotika  & OKT   dimiliki   oleh   51   (lima   puluh   satu)   kab/kota,   lemari vaksin/Cold Chain dimiliki oleh 20 (dua puluh) kab/kota, pompa air dimiliki oleh 20 (dua puluh) kab/kota, lemari es dimiliki oleh 65 (enam puluh lima) kab/kota, kereta dorong dimiliki oleh 50 (lima



puluh)  kab/kota,  air  conditioner  dimiliki  oleh  54  (lima  puluh empat) kab/kota. Sebanyak 16 (enam belas) kab/kota   memiliki exhaust fan, sebanyak 34 (tiga puluh empat) kab/kota memiliki kipas angin, dan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) kab/kota memiliki generator.


6.  SARANA PENGOLAHAN DATA


Sarana Pengolahan Data


70
62                                                                                    60
60

Text Box: Jumlah Kab/Kota50

40

30

20
10
10                                              2
0
Komputer                Laptop                Software                 Printer


Dari gambar di atas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki sarana pengolahan data sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan olah data seperti komputer dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, Laptop dimiliki oleh 2 (dua) kab/kota, software dimiliki oleh 10 (sepuluh) kab/kota dan Printer dimiliki oleh 60 (enam puluh) kab/kota
Ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan data dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana yang memadai.


7.  SARANA TRANSPORTASI


Sarana Transportasi


50                                                                        49



















 
60

50

Text Box: Jum lah Kab/Kota40

30

20

10

0
Kendaraan Roda 4                                                Kendaraan Roda 2


Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki kendaraan operasional roda 2 hanya sejumlah 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota, yang telah memiliki kendaraan roda 4 sebanyak 50 (lima puluh) kabupaten/kota. Kendaraan tersebut sangat diperlukan oleh instalasi farmasi dalam menunjang kelancaran distribusi obat.


8.  PERALATAN KOMUNIKASI

Peralatan Komunikasi











18















 
40                                                38

35

Text Box: Jumlah Kab/Kota30

25

20

15

10

5

0
Telepon                                                                    Faksimil


Sebagai   penunjang   terlaksananya   suatu   kegiatan   perlu adanya sarana peralatan komunikasi, dari gambar di atas terlihat sudah 38 (tiga puluh delapan) kab/kota punya telepon dan sudah
18 (delapan belas)   kabupaten/kota yang mempunyai faksimile.



Text Box: PengadaaanIni menunjukkan bahwa untuk kelancaran komunikasi memang masih terkendala pada instalasi farmasi terutama di pulau dan daerah terpencil.

D. PENGELOLAAN      OBAT      PUBLIK      DAN      PERBEKALAN KESEHATAN


Pengelolaan Obat Publik dan Perbekkes


70        6


19         0          1          7             2        8



60

Text Box: Jumlah Kab/Kota50



40

30       60

20

10


Text Box: Pendistribusian66        64
Text Box: Penendalian
Pengunaan
Text Box: Pencatatan
Pelaporan
62
 
58                    56
Text Box: Penyimpanan47






Tidak Melakukan
Text Box: Monitoring &
Evaluasi
Melakukan



Text Box: Perencanaan0







Aspek Pengelolaan




Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa instalasi farmasi telah melakukan pelaksanaan    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kab/kota dengan hasil yang terlihat pada diagram diatas, 60 kab/kota telah melaksanakan kegiatan perencanaan obat, 47 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pengadaan obat, 66 kab/kota telah melaksanakan kegiatan penyimpanan obat, 64 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pendistribusian obat, 58 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pengendalian penggunaan obat, 62 kab/kota telah melaksanakan



kegiatan     pencatatan  dan  pelaporan  serta  56  kab/kota  telah melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi.


E.  ANGGARAN
Keputusan  Menkes  RI  No.  922/Menkes/SK/X/2008  tentang Pedoman    Teknis    Pembagian    Urusan    Pemerintahan    Bidang Kesehatan  antara  Pemerintah,  Pemerintah  Daerah  Provinsi,  dan Pemerintah     Daerah     Kabupaten/Kota     menegaskan     bahwa Pemerintah    Daerah    Kabupaten/Kota    mempunyai    wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana  APBD II (DAU),  APBD  I,  Askes,  Buffer  stok  kab/kota,  atau  dari  sumber anggaran Program.






50
45
Text Box: Jumlah Kab/Kota40
35
30
25
20
15             12
10
5
0


Anggaran per Kapita

44










3                        4


< 5000          5000 - 9000          > 9000               Belum


Dalam rupiah


terealisasi





Dari hasil bimbingan teknis yang dilakukan pada 33 Propinsi di 67 kab/kota terlihat pada diagram bahwa anggaran  APBD II di 12 (dua belas) kab/kota kurang dari Rp 5.000,- per kapita, 3 (tiga) kab/kota Rp 5000,-   s/d Rp 9000,- per kapita, 4 (empat) kab/kota



lebih  dari  Rp  9000,-  per  kapita  dan  48  (empat  puluh  delapan)

kab/kota belum terealisasi.

Besarnya anggaran pengadaan obat di Kab/kota bervariasi tergantung dari kemampuan Kab/Kota memenuhi kebutuhan obat untuk daerahnya masing-masing.


F. HASIL  STRATIFIKASI  TERHADAP  PENGELOLAAN  OBAT PUBLIK  DAN         PERBEKALAN         KESEHATAN         DI KABUPATEN/KOTA



Strata Sarana & Prasarana







Nilai D, 27,  39%


Nilai A , 0, 0%


Nilai B, 7, 10%




Nilai C, 36,  51%





Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sarana & prasarana dapat dilihat pada diagram diatas, tidak ada satu kab/kota yang mempunyai nilai strata A, 7 (tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata B, 36 (tiga puluh enam) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 27 (dua puluh tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata D.



Stra ta SDM







Nilai A , 2, 3%


Nilai B, 3, 4%



Nilai C, 11,
15%



Nilai D, 55,
78%





Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sumber daya manusia dapat dilihat pada diagram diatas, 2 (dua) kab/kota mempunyai nilai strata A, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata B, 11 (sebelas) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 55 (lima puluh lima) kab/kota
mempunyai nilai strata D.


Strata Pengelolaan Obat Kab/Kota



Nilai C, 3, 4%






Nilai B, 10, 14%


Nilai D, 6, 9%










Nilai A, 51, 73%






Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek pengelolaan obat dapat dilihat pada diagram diatas, 51 (lima puluh satu) kab/kota yang mempunyai nilai strata A, 10 (sepuluh) kab/kota mempunyai nilai strata B, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 6 (enam) kab/kota mempunyai nilai strata D.



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A.      Kesimpulan

Dari hasil evaluasi data bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan pada 67 (enam puluh tujuh) Kabupaten/kota di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi  sudah melaksanakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan hasil sebagai berikut :
1.     1 Kab/Kota mempunyai nilai strata A

14 Kab/Kota mempunyai nilai strata B

44 Kab/Kota mempunyai nilai strata C

11 Kab/Kota mempunyai nilai strata D

2.      Kriteria penilaian tersebut diatas berdasarkan buku Instrumen Stratifikasi                       Pengelolaan    Obat    Publik    Dan    Perbekalan Kesehatan, Depkes, Tahun 2003
3.      Masih  ada  beberapa  kabupaten/kota  yang  nilai  anggaran obatnya masih rendah (12 Kabupaten) dengan anggaran obat perkapitanya kurang dari Rp 5.000,-


B.       Saran



Umum:

Agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dari segala aspek baik SDM, sarana dan prasarana maupun anggaran obat yang dibutuhkan dalam mengelola obat sehingga upaya untuk  menjamin  ketersediaan,  pemerataan, keterjangkauan serta mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dapat tercapai dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.



Khusus

    Agar untuk kab/kota rutin melaksanakan pertemuan, pelatihan, monev dan  bimtek  untuk  meningkatkan  kompetensi  tenaga  pengelola  obat serta meningkatkan pengawasan pada pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar
    Agar  pemerintah  kab/kota  meningkatkan  alokasi  dana  pengadaan obatnya terutama yang masih rendah anggaran obat perkapitanya



BAB V PENUTUP


Demikianlah  hasil  penilaian  terhadap  unit  pengelola  obat  di  67 (enam puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi. Besar harapan laporan ini bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta dasar-dasar kebijakan di setiap daerah khususnya  di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi.
Hasil penilaian sifatnya tidak mutlak karena keterbatasan informasi yang diterima. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, mudah- mudahan kedepannya nanti penyusunan profil akan lebih sempurna lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar