Selasa, 18 Februari 2014

pengadaan alkes dan obat



A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia di Indonesia yang diakui dalam konstitusi UUD 1945. Sebagai perwujudan dari perlindungan hak dasar tersebut, Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas layanan kesehatan yang layak termasuk ketersediaan obat.
Tanggung   jawab   yang   diamanatkan   oleh   konstitusi   tersebut
dituangkan   dalam   Undang-Undang  Nomor   36   Tahun   2009   tentang Kesehatan1.   Pada Pasal 36 UU disebutkan bahwa Pemerintah2  menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan terutama obat esensial.    Ketersediaan perbekalan kesehatan3 ini dilakukan melalui kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.
Pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan mendasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, yang pada saat ini Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengubah penunjukan langsung dalam pengadaan obat, alat kesehatan dan distribusi bahan obat di Departemen Kesehatan karena dasar penunjukan langsung menutup kompetensi dan efisiensi pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Dalam prakteknya banyak kasus-kasus muncul berkaitan dengan pengadaan alat kesehatan, bahkan korupsi dalam bidang kesehatan ini juga menjadi   sorotan   lembaga   Transparency   International   melalui   Global
Corruption  Report  2006  dengan  special  focus:  Corruption  and  Health.



Lembaga ini menyoroti karakteristik dalam sistem kesehatan yang menyebabkan terbukanya peluang dan potensi terjadinya korupsi, antara lain:
a. An Imbalance of Information, antara tenaga kesehatan dengan pasien maupun  antara  perusahaan  obat  dan  perbekalan  kesehatan  dengan panitia pengadaan.
b. The uncertainty in health market, misalnya dalam situasi “darurat” dapat menyebabkan Pejabat Pemerintah yang berwenang mengambil kebijakan untuk pengadaan barang dan jasa tidak mengikuti ketentuan.
c. The complexity of health system, dimana terdapat hubungan saling menguntungkan dan keterkaitan kepentingan antara rekanan pengadaan perbekalan kesehatan dan obat dengan penyedia pelayanan kesehatan dan pengambil keputusan (pejabat Pemerintah).
Lembaga   ini   juga   menggambarkan  bentuk-bentuk  korupsi   di   sektor
kesehatan sebagai berikut :
-   embezzelement and theft, misalnya penggelapan di berbagai titik alokasi anggaran atau pencurian terhadap logistik obat dan perbekalan kesehatan serta digunakannya peralatan medis milik Pemerintah untuk kepentingan pribadi dan/atau untuk praktek swasta.
-    corruption    in    procurement,    misalnya    adanya    kolusi,    suap,
penggelembungan anggaran, tidak terpenuhinya spesifikasi perbekalan kesehatan dan logistik obat yang dipersyaratkan sesuai program yang ditetapkan.
-   corruption  in  payment  system,  misalnya  manipulasi  dan  pemalsuan dokumen asuransi untuk kepentingan pasien tertentu, tagihan biaya perawatan yang tidak sah, obat dan alat kesehatan fiktif dan lain-lain.
-   corruption  in  the  pharmaceutical  chain,  misalnya  pelanggaran  etika pemasaran obat dengan memberikan insentif tertentu kepada institusi rumah sakit dan/atau dokter.
-   corruption at the point of health service delivery, misalnya memberi atau menerima pemberian untuk pelayanan kesehatan yang seharusnya gratis, memberi        atau  menerima  suap  untuk  kepentingan  keluarnya  izin, akreditasi dan sertifikasi bagi fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Indonesia juga terdapat kasus-kasus pengadaan misalnya kasus alat kesehatan untuk rumah sakit di wilayah timur Indonesia pada tahun
2003 atau baru-baru ini 5 (lima) LSM melaporkan dugaan kasus dugaan korupsi dana pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Bangil

Pasuruan. Bahkan Indonesia Corruption Watch pernah menyampaikan dalam siaran persnya bahwa sampai tahun 2008 telah dilakukan pengusutan terhadap 51 kasus korupsi di lingkungan kesehatan yang menimbulkan kerugian Negara Rp128 Miliar, dengan modus terbanyak mark up dengan melibatkan Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RS.
Rentannya   kegiatan   pengadaan   untuk   menjadi   ladang   KKN
memerlukan  perhatian  khusus  terlebih  karena  kegiatan  pengadaan  ini menggunakan berbagai sumber anggaran seperti :
a. APBN : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin
b. APBD I
c. Dana Alokasi Umum (DAU)/ APBD II
d. Sumber-sumber lain,
sehingga sebagai bagian dari penggunaan keuangan Negara yang harus dipertanggungjawabkan, maka BPK juga melakukan pemeriksaan atas kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.


B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah pengadaaan alat kesehatan dan obat-obatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan ?


C. PEMBAHASAN
Adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum   diikuti   dengan   pembentukan  peraturan   perundang-undangan pelaksana namun dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Menteri Kesehatan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan, dan untuk mengatur penunjukan atau   penugasan  tersebut   Pemerintah   telah   mengeluarkan  Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa   Pemerintah   sebagaimana  telah   diubah   terakhir   dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
Dari  kedua  peraturan  tersebut  maka  dapat  dijelaskan  tahapan kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan sebagai berikut :
I.  Tahap Perencanaan; dan
II. Tahap Pengadaan.

Tahap Perencanaan
Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar.
Dalam merencanakan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang  disampaikan  Puskesmas  kemudian  oleh  instalasi  farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Tahap-tahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah :
1. tahap  pemilihan  obat,  dimana  pemilihan  obat  didasarkan  pada  Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri.
2. tahap kompilasi pemakaian obat4, untuk memperoleh informasi :
a. pemakaian  tiap  jenis  obat  pada  masing-masing  unit  pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
b. persentase  pemakaian  tiap  jenis  obat  terhadap  total  pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
c.  pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kab/Kota secara periodik.
3. tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan :
a. metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah     pengumpulan  dan  pengolahan  data5,  analisa  data  untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6  dan penyesuaian jumlah  kebutuhan obat  dengan  alokasi  dana.  Rumus yang digunakan adalah :
A = ( B+C+D ) - E


A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok Pengaman 10% - 20% D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok


4   Kompilasi Pemakaian Obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat.
5    Data yang perlu dipersiapkan adalah daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak, kadaluarsa, dan kekosongan obat.
6    Agar perkiraan kebutuhan obat mendekati ketepatan, dilakukan dengan analisa trend pemakaian obat
3(tiga) tahun sebelumnya atau lebih.

b. metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola        penyakit.  Langkah-langkah  perhitungan  metode  morbiditas adalah :
1) menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur- penyakit.
2) menyiapkan data populasi penduduk.
3) menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
4) menghitung  frekuensi  kejadian  masing-masing  penyakit/  tahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5) menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6) menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang.
4. tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan :
a. menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.
b. menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang
akan datang, dengan rumus :

a = b + c + d – e - f

a =   perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang.
b =   kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan).
c =   kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d =  perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman).
e =   stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat.
f =   rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Jan s.d Des).
c.  menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d. pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan  kegiatan  :   menetapkan  kebutuhan  anggaran  untuk masing-masing  obat  berdasarkan  sumber  anggaran;  menghitung

persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua sumber.
e. mengisi   lembar   kerja   perencanaan   pengadaan   obat,   dengan
menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
5. tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana pengadaan,  skala  prioritas  masing-masing  jenis  obat  dan  jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :
a. Analisa   ABC   dilakukan   dengan   mengelompokkan   item   obat
berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :
o  Kelompok   A   :   kelompok   obat   yang   jumlah   nilai   rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
o  Kelompok  B  :  kelompok  jenis  obat  yang  jumlah  nilai  rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
o  Kelompok  C  :  kelompok  jenis  obat  yang  jumlah  nilai  rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C :
1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara kuantum obat x harga obat.
2) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
3) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4) Hitung kumulasi persennya.
5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.
7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100%.
b. Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
o  Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
o  Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

o  Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Langkah-langkah menentukan VEN : menyusun kriteria menentukan VEN, menyediakan data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan.
Selain perencanaan pengadaan obat, harus dilakukan juga perencanaan  pengadaan   perbekalan   kesehatan   yang   diawali   dengan kompilasi  data  yang  disampaikan  Puskesmas  kemudian  oleh  Instalasi Farmasi Kab/ Kota diolah menjadi rencana kebutuhan perbekalan kesehatan dengan   menggunakan  teknik-teknik   perhitungan.   Tahapan-tahapannya adalah :
1. Tahap Pemilihan Perbekalan Kesehatan
Kriteria  pemilihan  perbekalan  kesehatan  adalah  memenuhi persyaratan mutu manfaat dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan standar lain yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku yaitu :
a. perbekalan kesehatan memiliki keamanan dan membantu pengobatan yang didukung dengan bukti ilmiah.
b. perbekalan kesehatan memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko
yang minimal.
c.  bila terdapat lebih dari satu pilihan dengan manfaat serupa maka pilihan diberikan kepada perbekalan kesehatan yang : manfaatnya paling        banyak  diketahui  berdasarkan  data  ilmiah,  kualitas  dan stabilitas perbekalan kesehatan setelah diedarkan yang paling baik, telah teregistrasi, paling mudah diperoleh, dan harga terjangkau.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Perbekalan Kesehatan.
Kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan adalah rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk memperoleh informasi :
a. pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
b. persentase pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
c.  pemakaian rata-rata untuk setiap jenis perbekalan kesehatan untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Perbekalan Kesehatan.
Menggunakan  metode  konsumsi7    dengan  memperhatikan pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan kesehatan, penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan kesehatan dengan alokasi dana.
Rumus yang digunakan adalah :

A = (B+C+D) - E


A = Rencana pengadaan.
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 – 20 % D = Waktu tunggu 3 6 bulan E = Sisa stok
4. Tahap  Proyeksi  Kebutuhan  Perbekalan  Kesehatan,  dengan  kegiatan- kegiatan :
a) menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang.
b) menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan periode tahun yang akan datang dengan rumusan :

a = b + c + d – e - f

a
=
perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan
tahun


akan datang.

b
=
kebutuhan  obat  dan  perbekalan  kesehatan  untuk
sisa


periode berjalan (sesuai tahun anggaran ybs).

c
=
kebutuhan perbekalan kesehatan untuk  tahun  yang
akan


datang.

d
=
perkiraan   stok   akhir   tahun   (waktu   tunggu   dan
stok


pengaman).
e
=
stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Des tahun


sebelumnya di unit pengelola perbekalan kesehatan.
f
=
rencana  penerimaan  perbekalan  kesehatan  pada  periode


berjalan (Jan s/d Des).
c) menghitung perkiraan anggaran untuk  total  kebutuhan perbekalan
kesehatan dengan melakukan analisis ABC dan menyusun prioritas



7 Adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan kesehatan tahun sebelumnya.

kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d) pengalokasian kebutuhan perbekalan kesehatan berdasarkan sumber
anggaran dengan menetapkan kebutuhan anggaran dan menghitung persentase belanja untuk masing-masing perbekalan kesehatan terhadap masing-masing sumber anggaran, serta menghitung persentase anggaran masing-masing  perbekalan kesehatan terhadap total anggaran dari semua sumber.
e) mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan.
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Perbekalan Kesehatan dengan menggunakan teknik analisa ABC, dengan langkah-langkah :
1) hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing perbekalan
kesehatan dengan mengalikan kuantum perbekalan kesehatan dengan harga.
2) tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3) hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4) hitung kumulasi persennya.
5) perbekalan kesehatan kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6) perbekalan kesehatan kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70%
s.d 90%.
7) perbekalan kesehatan kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90%
s.d 100%.


Tahap Pengadaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan :
a. menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta; atau b. menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi
Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa   Pemerintah   sebagaimana  telah   diubah   terakhir   dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.

Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan umum; metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung. Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan  salah  satu  jenis  kegiatan  pengadaan  barang/jasa  khusus sehingga memenuhi kriteria untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung.
Adapun     tahapan-tahapan     pelaksanaan     kegiatan     pengadaan
barang/jasa khusus dengan metoda penunjukan langsung adalah :
-   undangan kepada peserta terpilih dilampiri dokumen prakualifikasi dan dokumen pengadaan.
-   pemasukan dokumen prakualifikasi.
-   penilaian kualifikasi dan penjelasan.
-   pemasukan penawaran.
-   evaluasi penawaran.
-   negosiasi  baik  teknis  maupun  harga  penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa.
-   penandatanganan kontrak.
Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95
Tahun 2007, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat
dan  perbekalan  kesehatan  sebagaimana  disebutkan  dalam  Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu :
1. Kriteria  obat  dan  perbekalan  kesehatan  meliputi  kriteria  umum  dan persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM, batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin dan preparat biologis yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing  produk,  serta  diproduksi  oleh  Industri  Farmasi  yang

memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan. Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab mutu obat hasil produksinya.
2. Persyaratan pemasok , yaitu :
1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
4) Pemilik  dan  atau  Apoteker/Asisten  Apoteker  penanggung  jawab Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.
5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak.
3.  Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat fotokopi  sertifikat  CPOB  untuk  masing-masing  jenis  sediaan  yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Industri Farmasi (asli), terdapat Surat Dukungan dari sole agent untuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat Pernyataan bersedia menyediakan  obat  dengan  masa  kadaluarsa  minimal  24  (dua  puluh empat)  bulan  sejak  diterima  oleh  panitia  penerimaan,  serta  Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan obat.
5. Penentuan  waktu  pengadaan  dan  kedatangan  obat  dan  perbekalan kesehatan ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok dengan memperhatikan  tingkat  kecukupan  obat  dan  perbekalan  kesehatan, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, kapasitas sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.

6. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang sudah dan belum diterima.
7. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik, dan khusus untuk pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima.


Referensi :
-  UU Nomor 36 Tahun 2009.
-  Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2007.
- Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
- Keputusan Menkes Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008.
-  Problematika Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan : Tinjauan Atas Potensi Terjadinya Korupsi di
Sektor Kesehatan di Indonesia” oleh Drs Amir Hamzah Pane Apt, SH, MM, MH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar