A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia di Indonesia yang
diakui dalam konstitusi
UUD 1945. Sebagai perwujudan dari perlindungan
hak dasar tersebut, Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas layanan kesehatan yang layak termasuk ketersediaan obat.
Tanggung jawab
yang
diamanatkan oleh konstitusi tersebut
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun
2009
tentang Kesehatan1. Pada Pasal 36 UU disebutkan bahwa Pemerintah2 menjamin
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan
terutama obat esensial. Ketersediaan
perbekalan kesehatan3 ini dilakukan
melalui kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.
Pengadaan alat kesehatan
dan obat-obatan mendasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, yang pada saat ini Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengubah penunjukan
langsung dalam pengadaan
obat, alat kesehatan dan distribusi bahan obat di
Departemen Kesehatan karena dasar penunjukan
langsung menutup kompetensi dan efisiensi pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Dalam prakteknya banyak kasus-kasus
muncul berkaitan dengan pengadaan alat kesehatan, bahkan korupsi dalam bidang kesehatan ini juga menjadi sorotan
lembaga
Transparency International melalui Global
Lembaga ini menyoroti karakteristik
dalam sistem kesehatan yang
menyebabkan terbukanya peluang dan potensi
terjadinya korupsi, antara
lain:
a. An Imbalance of Information, antara tenaga kesehatan dengan pasien
maupun antara perusahaan obat dan perbekalan
kesehatan dengan
panitia pengadaan.
b. The uncertainty in health market, misalnya dalam situasi “darurat” dapat menyebabkan Pejabat Pemerintah yang berwenang mengambil
kebijakan untuk pengadaan barang dan jasa tidak mengikuti ketentuan.
c. The complexity
of health system, dimana
terdapat hubungan saling menguntungkan dan keterkaitan kepentingan antara rekanan pengadaan perbekalan kesehatan dan obat dengan penyedia pelayanan kesehatan
dan pengambil keputusan
(pejabat Pemerintah).
Lembaga ini juga menggambarkan
bentuk-bentuk
korupsi di
sektor
kesehatan sebagai berikut :
- embezzelement and theft,
misalnya penggelapan di berbagai titik alokasi
anggaran atau pencurian terhadap logistik obat dan
perbekalan kesehatan serta digunakannya
peralatan medis milik Pemerintah
untuk kepentingan pribadi
dan/atau untuk praktek swasta.
- corruption in
procurement, misalnya adanya
kolusi, suap,
penggelembungan anggaran, tidak terpenuhinya spesifikasi perbekalan
kesehatan dan logistik obat yang dipersyaratkan
sesuai program yang
ditetapkan.
- corruption in payment
system,
misalnya
manipulasi dan pemalsuan dokumen asuransi untuk kepentingan
pasien tertentu, tagihan biaya perawatan yang tidak sah,
obat
dan alat kesehatan fiktif dan lain-lain.
- corruption in the pharmaceutical chain,
misalnya pelanggaran
etika
pemasaran obat dengan memberikan insentif tertentu kepada institusi
rumah sakit dan/atau dokter.
- corruption at the point of health service delivery, misalnya memberi atau
menerima pemberian untuk pelayanan kesehatan yang seharusnya gratis,
memberi atau menerima suap
untuk
kepentingan keluarnya
izin,
akreditasi dan sertifikasi bagi fasilitas pelayanan
kesehatan.
Di Indonesia juga terdapat kasus-kasus pengadaan misalnya kasus
alat kesehatan untuk rumah sakit
di wilayah timur Indonesia pada tahun
2003 atau baru-baru
ini 5
(lima) LSM melaporkan dugaan kasus dugaan korupsi dana pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil
Pasuruan. Bahkan Indonesia
Corruption Watch pernah menyampaikan
dalam siaran persnya bahwa sampai tahun 2008 telah dilakukan pengusutan terhadap 51 kasus korupsi di lingkungan kesehatan yang menimbulkan
kerugian Negara Rp128 Miliar, dengan modus terbanyak
mark up dengan melibatkan Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RS.
Rentannya kegiatan pengadaan untuk
menjadi
ladang
KKN
memerlukan perhatian
khusus terlebih karena kegiatan pengadaan ini menggunakan berbagai sumber anggaran seperti :
a. APBN : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin
b. APBD I
c. Dana Alokasi Umum (DAU)/ APBD II
d. Sumber-sumber lain,
sehingga sebagai bagian dari penggunaan
keuangan Negara yang harus
dipertanggungjawabkan, maka BPK juga melakukan pemeriksaan
atas kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah
pengadaaan alat kesehatan dan obat-obatan yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan ?
C. PEMBAHASAN
Adanya Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
belum diikuti
dengan pembentukan
peraturan
perundang-undangan pelaksana namun dalam ketentuan
peralihan disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Menteri Kesehatan telah menetapkan
Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008
tentang Pedoman Teknis Pengadaan
Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan, dan untuk mengatur
penunjukan atau penugasan tersebut Pemerintah telah
mengeluarkan Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
Dari kedua peraturan tersebut
maka
dapat
dijelaskan
tahapan
kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan sebagai berikut :
I. Tahap
Perencanaan; dan
II. Tahap Pengadaan.
Tahap Perencanaan
Perencanaan dilakukan
untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan
perbekalan kesehatan
yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar.
Dalam merencanakan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas
kemudian oleh
instalasi
farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan
obat dengan menggunakan teknik-teknik
tertentu. Tahap-tahap yang dilalui dalam proses
perencanaan obat adalah
:
1. tahap
pemilihan obat,
dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat
Generik terutama yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),
dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri.
2. tahap kompilasi pemakaian obat4, untuk memperoleh informasi :
a. pemakaian tiap jenis
obat
pada
masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
b. persentase
pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
c.
pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kab/Kota
secara periodik.
3. tahap perhitungan
kebutuhan obat, dilakukan dengan :
a. metode konsumsi
adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah pengumpulan dan
pengolahan
data5, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan
kebutuhan obat6 dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan
alokasi dana. Rumus yang digunakan adalah
:
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian
rata-rata x 12 bulan
C = Stok Pengaman
10% - 20% D = Waktu tunggu
3 – 6 bulan
4 Kompilasi Pemakaian Obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang
bersumber dari Laporan
Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat.
5 Data yang perlu dipersiapkan adalah daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak, kadaluarsa, dan kekosongan obat.
6 Agar perkiraan kebutuhan obat mendekati ketepatan, dilakukan dengan analisa trend pemakaian obat
3(tiga) tahun sebelumnya atau lebih.
b. metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Langkah-langkah perhitungan
metode
morbiditas
adalah :
1) menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur- penyakit.
2) menyiapkan data populasi penduduk.
3) menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
4) menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/
tahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5) menghitung jenis,
jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
obat menggunakan pedoman
pengobatan yang ada.
6) menghitung jumlah yang harus diadakan
untuk tahun anggaran yang akan datang.
4. tahap proyeksi kebutuhan
obat, dengan kegiatan-kegiatan :
a. menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.
b. menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang
akan datang, dengan rumus :
a = perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang.
b = kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan).
c = kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d = perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman).
e = stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun
sebelumnya di unit pengelola obat.
f = rencana penerimaan obat pada periode
berjalan (Jan s.d Des).
c.
menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan melakukan analisis ABC-VEN, menyusun
prioritas kebutuhan
dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d. pengalokasian
kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan
melakukan kegiatan : menetapkan kebutuhan anggaran
untuk
masing-masing obat
berdasarkan
sumber anggaran;
menghitung
persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan
semua sumber.
e. mengisi
lembar
kerja
perencanaan pengadaan obat,
dengan
menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
5. tahap penyesuaian rencana pengadaan
obat
Dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah
kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan
dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :
a. Analisa
ABC
dilakukan dengan
mengelompokkan item
obat
berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :
o Kelompok A :
kelompok obat
yang jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar
70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
o Kelompok B : kelompok
jenis
obat
yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar
20%.
o Kelompok C : kelompok
jenis obat yang
jumlah
nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C :
1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara kuantum obat x harga obat.
2) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
3) Hitung persentasenya terhadap
total dana yang dibutuhkan.
4) Hitung kumulasi persennya.
5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.
7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100%.
b. Analisa
VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan
kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
o Kelompok V :
kelompok obat yang vital
antara lain : obat
penyelamat, obat untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit
penyebab kematian terbesar.
o Kelompok E :
kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab
penyakit.
o Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan
untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Langkah-langkah menentukan VEN : menyusun kriteria
menentukan VEN, menyediakan
data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman
pengobatan.
Selain perencanaan
pengadaan obat, harus dilakukan juga
perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan yang
diawali
dengan
kompilasi data yang
disampaikan
Puskesmas kemudian oleh Instalasi Farmasi Kab/ Kota diolah menjadi rencana kebutuhan perbekalan kesehatan
dengan menggunakan teknik-teknik
perhitungan. Tahapan-tahapannya adalah :
1. Tahap Pemilihan Perbekalan Kesehatan
Kriteria pemilihan perbekalan kesehatan adalah memenuhi persyaratan mutu manfaat
dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan standar lain
yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku yaitu :
a. perbekalan kesehatan memiliki keamanan dan membantu
pengobatan yang didukung dengan bukti ilmiah.
b. perbekalan kesehatan
memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko
yang minimal.
c. bila terdapat lebih dari satu pilihan dengan manfaat serupa maka pilihan diberikan kepada perbekalan kesehatan yang : manfaatnya paling banyak diketahui berdasarkan
data
ilmiah,
kualitas
dan
stabilitas perbekalan kesehatan setelah diedarkan
yang paling baik, telah teregistrasi, paling mudah diperoleh, dan harga terjangkau.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Perbekalan Kesehatan.
Kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan adalah rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan yang
bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk
memperoleh informasi :
a. pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
b. persentase pemakaian tiap jenis perbekalan
kesehatan terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
c.
pemakaian rata-rata untuk setiap jenis perbekalan kesehatan untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Perbekalan Kesehatan.
Menggunakan metode konsumsi7 dengan memperhatikan pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi
dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan kesehatan, penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan kesehatan dengan alokasi
dana.
Rumus yang digunakan adalah :
A = Rencana pengadaan.
B = Pemakaian
rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 –
20 % D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E =
Sisa stok
4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Perbekalan Kesehatan, dengan kegiatan- kegiatan :
a) menetapkan perkiraan stok akhir
periode yang akan datang.
b) menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan
perbekalan kesehatan
periode tahun yang akan datang dengan rumusan :
|
a
|
=
|
perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan
|
tahun
|
|
|
|
akan datang.
|
|
|
b
|
=
|
kebutuhan obat
dan perbekalan kesehatan untuk
|
sisa
|
|
|
|
periode berjalan (sesuai tahun anggaran ybs).
|
|
|
c
|
=
|
kebutuhan perbekalan kesehatan untuk tahun
yang
|
akan
|
|
|
|
datang.
|
|
|
d
|
=
|
perkiraan stok
akhir tahun
(waktu tunggu dan
|
stok
|
|
|
|
pengaman).
|
|
|
e
|
=
|
stok awal periode berjalan atau sisa stok
per 31 Des
tahun
|
|
|
|
|
sebelumnya
di unit pengelola perbekalan kesehatan.
|
|
|
f
|
=
|
rencana penerimaan
perbekalan kesehatan
pada
periode
|
|
|
|
|
berjalan (Jan
s/d Des).
|
|
c) menghitung perkiraan
anggaran untuk total
kebutuhan perbekalan
7 Adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan kesehatan tahun sebelumnya.
kebutuhan dan penyesuaian
kebutuhan dengan anggaran
yang tersedia.
d) pengalokasian kebutuhan perbekalan kesehatan
berdasarkan sumber
anggaran dengan menetapkan kebutuhan anggaran dan menghitung
persentase belanja untuk masing-masing perbekalan kesehatan terhadap masing-masing sumber anggaran,
serta menghitung persentase
anggaran masing-masing perbekalan kesehatan terhadap total
anggaran dari semua sumber.
e) mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan.
5. Tahap
Penyesuaian Rencana
Pengadaan Perbekalan Kesehatan dengan menggunakan teknik analisa
ABC, dengan langkah-langkah :
1) hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing
perbekalan
kesehatan dengan mengalikan kuantum perbekalan kesehatan dengan harga.
2) tentukan
rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai
yang terkecil.
3) hitung persentasenya terhadap
total dana yang dibutuhkan.
4) hitung kumulasi persennya.
5) perbekalan kesehatan kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6) perbekalan kesehatan kelompok B termasuk dalam
kumulasi > 70%
s.d 90%.
7) perbekalan kesehatan kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90%
s.d 100%.
Tahap Pengadaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan
dan Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan
yang Berfungsi Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian
dan
pengawasan dengan :
a. menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta;
atau b. menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi
Penunjukan atau penugasan
ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan penyedia
barang/jasa pemborongan/jasa
lainnya yaitu : metoda pelelangan umum;
metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung. Dan pekerjaan
pengadaan dan distribusi bahan obat,
obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah satu jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus
sehingga memenuhi kriteria
untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung.
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa khusus dengan metoda penunjukan
langsung adalah :
- undangan kepada peserta terpilih dilampiri dokumen prakualifikasi dan
dokumen pengadaan.
- pemasukan dokumen prakualifikasi.
- penilaian kualifikasi dan penjelasan.
- pemasukan penawaran.
- evaluasi penawaran.
- negosiasi baik teknis maupun harga penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa.
- penandatanganan
kontrak.
Selain pengaturan
menurut Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 95
Tahun 2007, terdapat hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat
dan perbekalan
kesehatan sebagaimana disebutkan
dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman
Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu :
1. Kriteria
obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria
umum
dan
persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan
dasar (PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) yang masih berlaku,
telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM,
batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia
penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin dan preparat biologis yang memiliki
ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk,
serta
diproduksi oleh
Industri
Farmasi
yang
memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing
jenis sediaan yang dibutuhkan. Sementara untuk
mutu harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia edisi terakhir dan
persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan mutu (Quality Control)
oleh industri farmasi selaku penanggung
jawab mutu obat hasil produksinya.
2. Persyaratan pemasok , yaitu :
1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat.
4) Pemilik dan
atau
Apoteker/Asisten Apoteker penanggung
jawab
Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan
atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.
5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak.
3. Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat
Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat fotokopi sertifikat
CPOB untuk
masing-masing jenis sediaan
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat Surat
Dukungan dari Industri Farmasi
untuk obat yang diproduksi dalam
negeri yang ditandatangani
oleh pejabat berwenang dari Industri Farmasi
(asli), terdapat Surat Dukungan
dari sole agent untuk
obat yang tidak
diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat Pernyataan bersedia
menyediakan obat dengan masa kadaluarsa
minimal 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima
oleh
panitia
penerimaan, serta Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta
untuk pengadaan obat.
5. Penentuan
waktu
pengadaan
dan
kedatangan obat dan perbekalan kesehatan ditetapkan berdasarkan
hasil analisa dari data sisa stok dengan
memperhatikan tingkat
kecukupan obat
dan
perbekalan kesehatan,
jumlah obat yang akan diterima
sampai dengan akhir tahun anggaran,
kapasitas sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.
6. Pemantauan status pesanan
dilakukan berdasarkan system VEN dengan
memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat
yang sudah dan belum diterima.
7. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan
kesehatan dilakukan oleh panitia
penerima yang salah satu
anggotanya adalah tenaga farmasi.
Pemeriksaan ini dilakukan
secara organoleptik, dan khusus untuk
pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap
obat yang diterima.
Referensi :
- UU Nomor 36 Tahun 2009.
- Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2007.
- Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
- Keputusan Menkes Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008.
- “Problematika
Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan : Tinjauan Atas Potensi Terjadinya Korupsi di
Sektor Kesehatan di Indonesia” oleh Drs Amir Hamzah Pane Apt, SH, MM, MH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar