BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ( GAKY ) merupakan salah satu
masalah gizi utama di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh provinsi dan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menghambat peningkatan mutu
sumberdaya manusia Indonesia. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan
354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium
ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan
lain seperti kretinisme ( kerdil ), bisu, tuli, gangguan mental dan gangguan
neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini (
ariefardiasnyah.blogspot.com, 2011 ).
GAKY merupakan salah satu masalah yang muncul sejak lama. Pada
awalnya, hubungan unsur yodium dengan gondok endemik dilihat sebagai hubungan
secara langsung yang ditunjukkan dengan praktek kedokteran Cina yang
menggunakan biji ganggang Sargassum dan Laminaria japonica yang kaya yodium
sebagai obat gondok. Akan tetapi, mulai tahun 1960-an pandangan para ahli
terhadap defisiensi yodium berubah dari memandang defisiensi yodium berakibat
pada gondok endemik dan kretin endemik saja ke perubahan yang lebih luas. Dengan
demikian istilah ‘defisiensi yodium’ dahulu yang diidentikkan dengan ‘gondok
endemik’ digantikan dengan “gangguan akibat kekurangan iodium’ yang efeknya
amat luas, dapat mengenai semua segmen usia sejak dikandung ibu hingga pada
orang dewasa ( clupst3r.wordpress.com,
2009 ).
Sebagian besar penderita GAKY mempunyai IQ sepuluh poin di bawah
potensinya. Di antara mereka yang lahir normal, dengan konsumsi diet rendah
yodium akan menjadi anak yang kurang intelegensinya, bodoh, lesu dan apatis
dalam kehidupannya. Sehingga, kekurangan yodium akan menyebabkan masyarakat
miskin dan tidak berkembang, sementara pada anak menyebabkan kesulitan belajar.
Risiko itu karena kekurangan yodium dalam dietnya dan berpengaruh pada awal
perkembangan otaknya. Yodium merupakan elemen yang sangat penting untuk
pembentukan hormon tiroid. Hormon itu sangat diperlukan untuk pertumbuhan
normal, perkembangan mental dan fisik, baik pada manusia maupun hewan. Efek
yang sangat dikenal orang akibat kekurangan yodium adalah gondok, yakni
pembesaran kelenjar tiroid di daerah leher (ennhyryan.blogspot.com, 2011).
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap
normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit
gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang
meningkat ( hipermetabolisme ) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari
gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok
memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan
leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya
mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif
memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu
aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan (ariefardiasnyah.blogspot.com,
2011).
Upaya
pencegahan dan penanggulangan GAKY yaitu dengan memberikan unsur yodium telah
lama dilakukan oleh pemerintah. Yodium merupakan mikronutrien penting untuk
pembentukan hormon tiroid. Kekurangan yodium memang agak berbeda masalahnya
dengan zat gizi lain, karena permasalahan yang timbul biasanya terjadi pada
lingkungan miskin yodium. Faktor kandungan yodium lahan suatu tempat sangat
penting, karena akan menentukan kandungan yodium pada air dan bahan makanan
yang tumbuh di tempat tersebut. Suatu wilayah menjadi kekurangan yodium
disebabkan lapisan humus tanah sebagai tempat menetapnya yodium sudah tidak
ada, karena akibat erosi tanah secara terus menerus atau akibat pembakaran
hutan yang mengakibatkan yodium dalam tanah hilang ( Djokomoeljanto, 2002 dalam
Asih Luh Gatie, 2006 ).
Mereka yang bermukim di wilayah sedikit sekali ( bahkan tidak ada
sama sekali ) mengandung yodium beresiko mengalami defisiensi yodium.
Kehilangan yodium di wilayah itu, kebanyakan berlangsung di daerah pegunungan,
mungkin diakibatkan oleh hanyutnya yodium bersama air hujan. Pemukiman di
sekitar pegunungan Himalaya merupakan contoh yang paling nyata. Namun, daerah
yang terbentang di dataran rendah pun bukan tidak mungkin mengalami kekurangan.
Air bah yang kerap berkunjung, menghanyutkan yodium yang tersimpan dalam tanah.
Yodium yang terkandung pada tanaman yang tumbuh di daerah itu pun terbukti
sangat sedikit ( fahrarien.blogspot.com, 2012 ).
Di
Indonesia 42 juta orang tinggal di daerah kurang yodium. Hasil survei gondok
didapatkan angka nasional Total Goitre Rate ( TGR ) pada anak sekolah
Tahun 1982 sebesar 37,2 % dan pada Tahun 1990 menjadi 27,7 % dan tahun 1998
menjadi 9,8 %. Kantong-kantong endemik berat dan sedang masih dijumpai di 612
kecamatan serta 1.167 kecamatan dengan endemik ringan. Total kecamatan di
Indonesia yang dinyatakan sebagai daerah endemik GAKY mencapai 45 % ( Depkes,
1998 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Berdasarkan hasil pemetaan pemerintah terkait masalah GAKY dari
tahun 1980 terus mengalami penurunan di tahun 2003. Tahun 1980 dimana hasil
pemetaan GAKY nasional mencapai 37,7 % turun menjadi 11,7% di tahun 2003.
Karena tingginya masalah GAKY dari tahun 1980 maka pemerintah merancang suatu
program intervensi secara nasional dengan supplementasi yodium dan program
fortifikasi garam beryodium. Hasilnya pada tahun 1998 berhasil menurunkan
hingga 9,8 %. Namun naik lagi menjadi 11,7 % akibat program pemberian kapsul
yodium yang sudah diberhentikan oleh pemerintah. Pada tahun 2008
teridentifikasi sebanyak 316 orang mengalami gangguan neurologis yang potensial
diduga disebabkan karena GAKY. Tentu saja hal ini juga dapat menjadi kualitas buruk
terhadap kualitas SDM bangsa Indonesia, khususnya di wilayah yang endemik. Walaupun
pernah terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah
kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensinya masih di atas 5 % dan
bervariasi antar wilayah, dimana masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi
GAKY di atas 30 persen. ( catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012 ). Berdasarkan
latar belakang inilah kami mengangkat Permasalahan
GAKY di Indonesia sebagai judul
makalah kami dan sebagai tugas bagi kami yang mengikuti mata kuliah Dasar-Dasar Perencanaan dan Implikasi Gizi.
B. Rumusan
Masalah
Belum diketahuinya bagaimana gambaran permasalahan GAKY di
Indonesia.
C. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran permasalahan GAKY di Indonesia.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui definisi yodium.
b.
Untuk
mengetahui ekologi yodium.
c.
Untuk
mengetahui definisi GAKY.
d.
Untuk
mengetahui pengukuran GAKY.
e.
Untuk
mengetahui faktor risiko GAKY.
f.
Untuk
mengetahui dampak GAKY.
g.
Untuk
mengetahui pengobatan GAKY.
h.
Untuk
mengetahui pencegahan dan penanggulangan
GAKY.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat
yang dapat diambil dari makalah ini antara lain dapat berguna bagi peminat studi ilmu Dasar-Dasar Perencanaan dan
Implikasi Gizi, dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang pangan
dan gizi, dapat
membantu dalam proses belajar mengajar dan masih banyak manfaat lainnya yang dapat kita peroleh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Yodium
Yodium
adalah suatu unsur elemen non metal, diperlukan oleh manusia untuk sintesis
hormon tiroid, sebagai unsur penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pada
umumnya yodium di atas bumi ditemukan di lautan, dan di dalam tanah yang subur.
Semakin tua dan semakin terbuka permukaan tanah, semakin mudah yodium larut
karena erosi. Meskipun kadar yodium dalam air laut dan udara sedikit, tetapi
masih merupakan sumber utama yodium di alam. Karena yodium larut dalam air, maka
erosi akan mempengaruhi unsur ini ke laut ( Depkes RI, 2003 dalam Asih Luh
Gatie, 2006 ).
Yodium
alam bersumber dari :
1.
Air tanah bergantung
pada air yang berasal dari batuan jenis tertentu ( kadar paling tinggi berasal
dari igneous rock, 900 ug/kg bahan ).
2.
Air laut mengandung
sedikit yodium, demikian pula garam pada umumnya.
3.
Plankton dan ganggang
laut berkadar yodium tinggi sebab organisme ini mengkonsentrasikan yodium dari
lingkungan sekitarnya.
4.
Sumber bahan organik
yang berada dalam oksidan, desinfektan, yodoform, zat warna untuk makanan dan
kosmetik dan sekarang ini banyak vitamin yang menambah unsur ini juga.
5.
Ikan laut, cumi-cumi
yang dikeringkan mengandung banyak yodium ( Asih Luh Gatie, 2006 ).
Almatsier ( 2003 ), yodium adalah
bahan dasar essensial untuk pembentukan hormon tiroid. Yodium yang dimakan akan
berubah menjadi yodida dan diserap tubuh. Organ utama yang memanfaatkan yodium
adalah tiroid untuk membentuk hormon tiroid dan ginjal yang akan
rnengeluarkannya ke dalam urin. Sintesis dan sekresi hormon tiroid pada
kecepatan normal diperlukan kurang lebih 120 μg per hari. Kelenjar tiroid
mengeluarkan 80 μg per hari sebagai yodium dalam triyodotironin dan tiroksin,
dan melepaskan 40 μg yodium ke dalam cairan ekstraseluler, yang kebanyakan berasal
dari deyodinasimono dan diyodotirosin. Triyodotironin dan tiroksin akan
dimetabolisir dalam hati dan jaringan lain, dan akan melepaskan 60 μg yodium ke
dalam cairan ekstraseluler. Sebagian derivat hormon tiroid dikeluarkan ke dalam
empedu dan sebagian yodiumnya akan diserap kembali ( sirkulasi enterohepatik ),
namun ada sejumlah yodium yang dibuang dalam tinja dan urin ( dalam Asih Luh
Gatie, 2006 ).
Fungsi yodium merupakan bagian
integral dari kedua macam hormon tiroksin/triiodotironin ( T3 ) dan tetraiodotironin
( T4 ). Peran hormon tiroid terhadap metabolisme protein merupakan dasar efek
hormon tersebut terhadap proses tumbuh kembang didukung pula dengan pengaruhnya
terhadap metabolisme karbohidrat antara lain meningkatkan absorpsi glukosa dari
saluran pencernaan dan meningkatkan tangkapan glukosa oleh jaringan lemak dan
otot. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30 %. Di samping itu kedua
hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta
fungsi otot dan saraf. Yodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi
bentuk aktif vitamin A, sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran
cerna. Yodium berperan pula dalam sintesis kolesterol darah ( Almatsier, 2003
dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Yodium masuk ke dalam tubuh bersama
makanan dan minuman dalam bentuk yodium anorganik. Sebagian besar yodium
anorganik akan diekskresikan lewat urin, oleh sebab itu kadar yodium dalam urin
akan menggambarkan diet seseorang. Yodium dianggap berlebihan apabila jumlahnya
melebihi jumlah yang diperlukan untuk sintesis hormon secara fisiologis.
Terjadinya yodium yang berlebihan ( Iodide excess ) apabila yodium
dikonsumsi dalam dosis cukup besar dan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya
inhibisi hormon genesis khususnya yodinisasi tironin dan selanjutnya dapat
terjadi gondok ( Djokomoeljanto, 1993 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Ganong ( 1979 ), pemberian yodium
yang berlebihan dapat mempercepat gejala klinis hipertiroidisme pada penderita
penyakit Grave laten. Pada hipertiroidisme yodida dalam dosis tinggi secara
teratur menghambat sekresi hormon tiroid. Dengan demikian peranan yodida dalam
faal tiroid sangatlah unik, dalam jumlah kecil diperlukan untuk fungsi tiroid
normal, sedang dalam jumlah besar bersifat menghambat bila kelenjar
hiperplastik. Hetzel ( 1989 ), transpor hormon tiroid dalam sirkulasi dilakukan
oleh globulin, albumin dan prealbumin. Fungsi protein transpor adalah untuk mencegah
hormon keluar sirkulasi lewat urin dan berfungsi sebagai simpanan hormon dan
menjaga kadar hormon bebas. Lebih dari 99,7 % T3 dan 99,97 % T4 terikat
protein. Hormon yang mempunyai efek biologik adalah hormon bebas. Waktu paruh
T4 dalam serum adalah 8 hari sedangkan T3 hanya 8 jam, namun hal ini dapat
diatasi karena T4 dapat diubah menjadi T3. Untuk mencukupi kebutuhan hormon
tiroid di perifer, sekresi diatur autoregulasi dan regulasi ekstra tiroidal
yang dilakukan oleh TSH yang disekresi oleh hipofisis, sementara sekresi TSH
dirangsang oleh TRH yang disekresi oleh hipotalamus ( dalam Asih Luh Gatie,
2006 ).
B. Ekologi
Yodium
Sebagian besar yodium berada di samudera/lautan, karena yodium (
melalui pencairan salju dan hujan ) pada permukaan tanah, kemudian dibawa oleh
angin, aliran sungai dan banjir ke laut. Kondisi ini, terutama di daerah yang
bergunung-gunung di seluruh dunia, walau dapat juga terjadi di lembah sungai.
Yodium yang berada di tanah dan lautan dalam bentuk yodida. Ion yodida
dioksidasi oleh sinar matahari menjadi elemen yodium yang sangat mudah menguap,
sehingga setiap tahun kira-kira 400.000 ton yodium hilang dari permukaan laut.
Kadar yodium dalam air laut kira-kira 50 mikrogram/liter, di udara kira-kira
0,7 mikrogram/meter kubik. Yodium yang berada dalam atmosfer akan kembali ke
tanah melalui hujan, dengan kadar dalam rentang 1,8 - 8,5 mikrogram/liter.
Siklus yodium tersebut terus berlangsung selama ini ( ennhyryan.blogspot.com,
2011 ).
Kembalinya yodium ke tanah sangat lambat dan dalam jumlah sedikit
dibandingkan saat lepasnya. Proses ini akan berulang terus menerus sehingga
tanah yang kekurangan yodium tersebut akan terus berkurang kadar yodiumnya. Di
sini tidak ada koreksi alamiah dan defisiensi yodium akan menetap. Akibatnya,
populasi manusia dan hewan di daerah tersebut yang sepenuhnya tergantung pada
makanan yang tumbuh di daerah tersebut akan menjadi kekurangan yodium. Melihat
hal tersebut maka sangat banyak populasi di Indonesia yang menderita kekurangan
yodium berat karena mereka hidup dalam sistem mencari nafkah dengan bertani di
daerah gunung atau lembah. Kekurangan yodium akan menimpa populasi di daerah
tersebut yang dalam makanannya tidak ada suplemennya yodium atau tidak ada
penganekaragaman dalam makanannya dengan makanan dari daerah lain yang tidak
kekurangan yodium ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
Djokomoeljanto ( 2002), sejak masa
geologik tertentu, unsur yang langka ini telah dikikis dari lahannya dan
terbawa ke laut. Unsur ini dibawa oleh angin dan hujan ke daratan kembali
melewati siklus laut-udara-daratan. Pada umumnya air minum merupakan sumber yodium
yang sangat terbatas. Kebanyakan unsur ini didapat lewat makanan. Tumbuhan
memperoleh yodium dari lahan di mana tanaman tumbuh, sehingga makin tinggi kadar
yodium lahan, makin tinggi pula kadar yodium tanaman yang hidup di lahan
tersebut. Pendapat Hetzel ( 1996 ) menyatakan bahwa yodium terjadi dalam
lapisan tanah, terdapat dalam minyak dan gas alam. Air dari dalam tanah banyak
mengandung yodium. Secara umum tanah yang tidak dilindungi dalam waktu lama
banyak melepaskan yodium. Yodium yang terdapat pada tanah dan laut sebagai
iodide teroksidasi oleh sinar matahari menjadi yodium yang bisa menguap,
sehingga setiap tahun kurang lebih 400.000 ton yodium menguap dari permukaan
laut. Yodium di atmosfir kembali ke tanah melalui hujan dengan konsentrasi 1: 8
- 8,5 μg / L ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat
ini adalah :
1.
50
mikrogram untuk bayi ( 12 bulan pertama ).
2.
90
mikrogram untuk anak ( usia 2-6 tahun ).
3.
120
mikrogram untuk anak usia sekolah ( usia 7-12 tahun ).
4.
150
mikrogram untuk dewasa ( diatas usia 12 tahun ).
5.
200
mikrogram untuk ibu hamil dan menyusui ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
C. Definisi
GAKY
Sari
Rejeki ( 2005 ), GAKY dapat didefinisikan sebagai rangkaian akibat kekurangan
yodium pada manusia yang meliputi gondok dalam segala stadiumnya, kretin
endemik, meningkatnya angka kematian bayi dan meningkatkan gangguan mental
serta neurologik. Depkes RI ( 1997 ), masalah GAKY adalah sekumpulan gejala
yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus
dalam jangka waktu lama dan mempunyai dampak negatif terhadap manusia sejak
masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Indikator yang paling
sering digunakan untuk mengukur besarnya masalah GAKY di masyarakat adalah
dengan mengukur prevalensi pembesaran kelenjar gondok pada anak sekolah. Djokomoeljanto
( 2002 ), GAKY atau Iodine Deficiency Disorders ( IDD ) merupakan
istilah yang digunakan untuk menunjukkan berbagai akibat dari kekurangan yodium
pada suatu penduduk dan gangguan ini bisa dicegah dengan mengatasi kekurangan
yodium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Jika
karena sesuatu sebab yodium tidak diperoleh dari konsumsi, maka tubuh akan
mengaktifkan mekanisme stimulasi melalui rangsangan hormon lain yang diproduksi
oleh kelenjar di daerah otak dikenal sebagai Thyroid Stimulating Hormon (
TSH ). Akibat mekanisme tersebut akan terjadi gangguan keseimbangan metabolisme
yang dapat menimbulkan berbagai kelainan fisiologis. Kondisi inilah yang
disebut sebagai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dengan kelainan yang timbul
dapat berupa pembesaran kelenjar gondok pada leher, gangguan perkembangan fisik,
gangguan fungsi mental, yang dapat berpengaruh terhadap kehilangan Intelligence
Quotient ( IQ ) point yang identik dengan kecerdasan dan produktivitas ( Asih Luh Gatie, 2006 ).
D.
Pengukuran GAKY
Pengukuran
GAKY dalam populasi mengindikasikan tingkat dan keparahan masalah. Hal tersebut
juga mengindikasikan kemajuan dalam berkurangnya penderita GAKY. Pengukuran
GAKY dipakai sebagai informasi penting dalam memutuskan apakah suatu program
pemberantasan GAKY masih diperlukan untuk menunjukkan keefektifannya dalam
mengurangi jumlah penderita GAKY.
1.
Pengukuran tiroid dengan palpasi
Arisman
( 2004 ), pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur gondok.
Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan
masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12
tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di
masyarakat pada suatu daerah. Survei epidemiologis untuk gondok endemik
prevalensi gondok endemik diperoleh dari survei pada anak sekolah dasar d
didasarkan atas klasifikasi sebagai berikut :
a.
Grade 0 berarti tidak
teraba/tidak terlihat.
b.
Grade 1 berarti teraba
dan tidak terlihat pada posisi kepala biasa.
c.
Grade 2 berarti
terlihat pada posisi kepala biasa ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Klasifikasi
tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di antara survei di setiap
wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak membutuhkan palpasi untuk
diagnosis. Prevalensi gondok endemik dari grade 1 sampai dengan grade
2 dinamakan Total Goiter Rate ( TGR ) sedangkan grade 2 dan grade
3 dinamakan Visible Goiter Rate ( VGR ). Terdapat beberapa kelebihan
palpasi sebagai suatu metode pengukuran, palpasi adalah suatu teknik yang tidak
memerlukan instrumen, bisa mencapai jumlah yang besar dalam periode waktu yang singkat,
tidak bersifat invasif dan hanya menuntut sedikit ketrampilan. Meskipun
demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang menonjol di antaranya antar
pemeriksa dengan kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda khususnya dalam
gondok endemik grade 0 dan grade 1. Hal ini telah ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian para peneliti yang berpengalaman di mana kesalahan
klasifikasi bisa sebesar 40 % ( Asih Luh Gatie, 2006 ).
2.
Pengukuran volume tiroid dengan ultrasonografi ( USG ) tiroid
Objektivitas
bisa didapatkan dalam survei gondok dengan pengukuran-pengukuran ultrasonografi
seperti yang digunakan dalam penelitian medis lainnya, contohnya dalam
perawatan antenatal. Teknik ini mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran
tiroid lebih luas dan bebas dari bias pengukuran. Prosedurnya tidak invasif dan
bisa digunakan untuk mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut bisa
dipelajari dengan baik dalam beberapa hari. Kelebihan dari pemeriksaan
ultrasonografi ( USG ) adalah memberikan suatu pengukuran objektif dari volume
tiroid, dalam beberapa kasus mungkin bisa menunjukkan pertimbangan terhadap GAKY
dan karenanya program pencegahan yang mahal bisa dihindarkan, ultrasonografi
dengan cepat menggantikan palpasi ( Gutekunst, 1990 dalam Asih Luh Gatie, 2006).
Pemeriksaan
USG juga merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk melihat pembesaran volume
tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume tiroid yang dihitung berdasarkan panjang,
jarak dan ketebalan dari kedua cuping, volume yang dihitung dibandingkan dengan
standar dari suatu populasi dengan masukan iodium yang cukup. Pengukuran volume
tiroid dengan menggunakan ultrasonografi untuk saat ini hanya bisa dilakukan
oleh dokter ahli yang sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan volume
tiroid pada sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid kanan dan kiri. Kelemahan
dari ultrasonografi di antaranya harus ada pelatihan, biaya instrumen yang
mahal dan masalah transportasi dari pusat ke wilayah survei ( Untoro Y, 1999
dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
3.
Kadar yodium dalam urin ( UIE/Urinary Iodine Excretion )
Penilaian
jumlah asupan yodium dalam makanan sulit dilakukan, karena kandungan yodium dalam
makanan mempunyai variasi yang sangat luas dan sangat tergantung dari kandungan
yodium dalam tanah tempat mereka tumbuh, oleh karena yodium yang kita butuhkan
amat sedikit ( dalam ukuran mikro ) dan kandungan yodium dalam makanan sukar
diperiksa, maka sebagai gantinya penilaian asupan yodium dapat diperiksa dengan
cara yang lebih praktis atau mudah dilaksanakan yaitu berdasarkan pengukuran
ekskresi yodium dalam urin, sedangkan ekskresi yodium di dalam feses dapat
diabaikan (Syahbuddin, 2002 dalam Asih Luh Gatie, 2006).
Pengukuran
yodium yang paling dapat dipercaya atau diandalkan adalah median kadar yodium
dalam urin sampel yang mewakili, karena sebagian besar (lebih dari 90 %) yodium
yang diabsorpsi dalam tubuh akhirnya akan diekskresi lewat urin. Dengan
demikian UIE jelas dapat menggambarkan intake yodium seseorang. Kadar
UIE dianggap sebagai tanda biokimia yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya defisiensi yodium dalam suatu wilayah ( Dunn, 1993 dan Stanbury, 1996 dalam
Asih Luh Gatie, 2006 ).
Sampel
terbaik untuk pemeriksaan UIE adalah urin selama 24 jam karena dapat
menggambarkan fluktuasi yodium dari hari ke hari. Tetapi, pengambilan sampel
urin 24 jam ini tidak mudah dilakukan di lapangan. Beberapa peneliti kemudian
menggunakan sampel urin sewaktu dan mengukur kadar kreatinin dalam serum, Ialu
dihitung sebagai rasio UIE per gram kreatinin. Hal ini dilakukan dengan asumsi
ekskresi kreatinin relatif stabil. Tetapi ternyata cara ini mempunyai kelemahan
karena kadar kreatinin serum sangat tergantung pada massa otot, jenis kelamin dan
berat badan seseorang (Rachmawati, 1997 dalam Asih Luh Gatie, 2006).
Klasifikasi
tingkat kelebihan dan kekurangan yodium dalam suatu wilayah, berdasarkan median
kadar yodium dalam urin ( UIE ) sebagai berikut :
a.
Defisiensi berat, kadar
UIE <20 μg/L.
b.
Defisiensi sedang,
kadar UIE 20-49 μg/L.
c.
Defisiensi ringan,
kadar UIE 50-99 μg/L.
d.
Optimal, kadar UIE 100-200
μg/L.
e.
Lebih dari cukup, kadar
UIE 201-300 μg/L.
f.
Kelebihan ( excess
), kadar UIE >300 μg/L ( WHO
2001 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Klasifikasi
endemisitas Gangguan Akibat Kekurangan Yodium berdasarkan median UIE adalah
sebagai berikut :
a.
Non endemis, kadar UIE ≥ 100 μg/L.
b.
Endemis ringan, kadar
UIE 50-99 μg/L.
c.
Endemis sedang, kadar
UIE 20-49 μg/L.
d.
Endemis berat, kadar
UIE < 20 μg/L ( WHO 1994 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
E. Faktor
Risiko GAKY
1.
Faktor konsumsi makanan
zat goitrogenik
Kartono ( 2004 ), goitrogen adalah
bahan kimia yang bersifat toksik terhadap tiroid atau dipecah untuk
menghasilkan bahan kimia toksik. Goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat
produksi ataupun penggunaan hormon tiroid. Dahro ( 2004 ) Zat goitrogenik
tiosianat dapat menyebabkan kejadian GAKY menjadi lebih parah. Tiosianat terdapat
di berbagai makanan, seperti singkong, kubis/kol, lobak cina dan rebung. Thaha
dkk ( 2000 ) menyatakan bahwa tiosianat atau senyawa mirip tiosianat terutama
bekerja dengan menghambat mekanisme transpor aktif yodium ke dalam kelenjar
tiroid. Konsumsi tiosianat lebih tinggi secara bermakna pada daerah endemik dan
konsumsi tiosianat lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol,
rata-rata konsumsi zat goitrogen pada daerah endemik tiga kali sehari, hal ini menunjukan
bahwa ada faktor risiko konsumsi makanan yang mengandung tiosianat dengan
kejadian GAKY. Wuryastuti ( 1993 ), pada masyarakat dengan kebiasaan konsumsi
singkong (sumber tiosianat) dalam jumlah banyak, dapat mengganggu pengambilan yodium
oleh kelenjar tiroid. Aktivitas goitrogenik dari tiosianat atau senyawa serupa
dapat diatasi dengan penambahan yodium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Gaitan E & Cooksey ( 1989 )
menyatakan bahwa pengaruh zat goitrogenik dapat terjadi pada berbagai tingkatan
dari metabolisme yodium sendiri seperti :
a.
Menghambat uptake
yodida anorganik oleh kelenjar tiroid, contohnya tiosianat dan isotiosianat
yang menghambat proses ini karena berkompetisi dengan yodium.
b.
Menghambat oksidasi
yodida anorganik dan inkorporasi yodium yang sudah teroksidasi dengan asam amino
tyrosin untuk membentuk monoiodotyrosine ( MIT ) dan diiodotyrosine
( DIT ) serta menghambat proses coupling yang dimediasi oleh enzym tiroid
peroxidase ( TPO ), contohnya recorsinol dan senyawa fenolik lainnya, flavonoids,
aliphatic disulfides dan goitrin.
c.
Menghambat pelepasan
hormon tiroid (T3 dan T4) ke dalam sirkulasi darah, contohnya kelebihan yodium
dan garam lithium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
2.
Konsumsi makanan kaya yodium
Fatimah ( 1999 ) menyatakan
rata-rata konsumsi bahan makanan kaya yodium pada penduduk di desa-desa lereng
gunung daerah endemis GAKY 1-2 kali dalam seminggu, sedangkan pada daerah
dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4 kali dalam seminggu. Hal ini dipengaruhi
oleh faktor kesediaan pangan, sosial ekonomi dan kebiasaan penduduk serta
tingkat pengetahuan tentang GAKY yang rendah ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
3.
Pengetahuan orang tua terutama
ibu
Fatimah ( 1999 ) menyatakan ada 13
- 19 % dari ibu di daerah endemik GAKY yang belum pernah mendengar tentang
yodium. Sedangkan yang tidak mengetahui tentang garam beryodium ada 11-14 %.
Kapsul yodiol pun hanya dikenal 36,7 %, terutama di daerah endemik gondok (
dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
4.
Defisiensi zat gizi
lain
Dalam berbagai kajian mutakhir
ditemukan bahwa selain goitrogen juga didapati adanya berbagai zat gizi yang
berpengaruh terhadap metabolisme yodium, yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap kejadian kegawatan dan prognosis GAKY. Menurut Golden ( 1992 ) yodium
termasuk dalam klasifikasi Nutrien Type 1 bersama-sama dengan zat gizi lain
seperti besi, selenium, kalsium, tiamin mempunyai ciri yang apabila kekurangan
maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul
setelah tahap akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifiklah
yang pertama akan timbul, dalam hal ini apabila kekurangan yodium dapat menyebabkan
gangguan yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD). Sedangkan
pada Type ll bersama-sama dengan zat gizi lain seperti potasium, natrium, zink
dengan pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan penilaian
biokimia cairan tubuh yang normal ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
5.
Kandungan yodium dalam
garam dapur
Program yodisasi garam adalah salah
satu upaya yang ditempuh oleh Pemerintah untuk menanggulangi GAKY. Sejak awal
dicetuskannya, program iodisasi garam dititikberatkan pada pengadaan garam
konsumsi beriodium, sehingga seluruh garam konsumsi yang beredar di masyarakat
mengandungyodium dengan kadar 40 ppm (Departemen Perindustrian RI, 1990 dalam Asih
Luh Gatie, 2006 ).
6.
Kandungan yodium dalam
air
Thaha dkk ( 2000 ) menyatakan bahwa
kandungan yodium dalam tanah pertanian pada daerah endemik gondok berpengaruh
secara bermakna terhadap kejadian gondok, ditunjukan dengan hasil pengukuran
kadar yodium dalam tanah di daerah endemik ( rata-rata 0,13 μg/L ) lebih rendah
dari pada kandungan yodium tanah daerah non endemik (rata-rata 0,21 μg/L). Djokomoeljanto
( 1996 ) menyatakan penyebab GAKY di daerah endemik adalah rendahnya asupan
sehari-hari yang disebabkan oleh rendahnya kadar yodium di dalam bahan makanan
dan air minum ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Meskipun kekurangan yodium
merupakan faktor paling penting terhadap terjadinya GAKY, tetapi ada beberapa
faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap menetap dan berkembangnya kasus-kasus
baru di berbagai daerah endemis yang meliputi :
1.
Faktor genetik
Djokomoeljanto ( 1997 ), terdapatnya
prevalensi yang tinggi kejadian gondok pada beberapa anggota keluarga
disebabkan rendahnya efisiensi biologi tiroid. David ( 1990 ), ditemukannya
antibodi imunoglubolin ( IgG ) dalam serum penderita, antibodi ini
mungkin diakibatkan karena suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter yang
memungkinkan kelompok limfosit tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan mengekskresi
imunoglobulin stimulator, sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang (
dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
2.
Gangguan metabolisme
fungsi tiroid
Fungsi tiroid merupakan salah satu
komponen sistem yang sangat komplek. Bila terjadi defek pada salah satu fase
akan mempengaruhi status tiroid, misalnya pada pasien dengan sindrom resistensi
hormon tiroid sebenarnya memiliki fungsi tiroid yang normal tetapi statusnya bisa
berkisar dari hipotiroid sampai hipertiroid. Dengan kata lain baik kekurangan
maupun kelebihan asupan yodium akan memberikan dampak terhadap fungsi maupun
morfologi kelenjar tiroid ( Masjhur, 2001 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
F. Dampak Gaky
GAKY dapat berakibat pada janin, bayi baru lahir, anak-anak dan
dewasa.
1.
Kekurangan yodium
pada janin
Kekurangan yodium pada janin akibat ibunya kekurangan yodium.
Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus dan
cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat
lain yang lebih berat pada janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemik.
Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa,
ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua
tungkai. Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang
ditandai dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil (ennhyryan.blogspot.com,
2011).
Penelitian terakhir menunjukkan, transfer hormon tiroid dari ibu
ke janin pada awal kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin.
Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal kehamilannya maka transfer hormon
tiroid ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi. Jadi perkembangan
otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada trimester pertama
kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat pada rendahnya
kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua dan ketiga
kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena
kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan berakibat pada kurangnya
pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin (
ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
2.
Kekurangan yodium pada saat bayi baru lahir
Fungsi tiroid pada bayi baru lahir berhubungan erat dengan keadaan
otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru lahir, otak baru mencapai
sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun. Hormon
tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan yodium, dan hormon ini
sangat penting untuk perkembangan otak normal. Di negara sedang berkembang
dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan
mengambil darah dari pembuluh darah balik tali pusat segera setelah bayi lahir
untuk pemeriksaan kadar hormon tiroid dan TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal,
bila didapatkan kadar tiroid kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL (
ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
Pada daerah dengan kekurangan yodium yang sangat berat, lebih dari
50 % penduduk mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg per gram kreatinin,
kejadian hipotiroidisme neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat
mencolok, pada daerah yang kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat
rendah dan tidak ada kretin, angka kejadian hipotiroidisme neonatal turun
menjadi 6 per 1000 kelahiran. Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan
yodium tidak dikoreksi maka hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa
anak. Ini berakibat pada retardasi perkembangan fisik dan mental, serta risiko
kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi di daerah kekurangan yodium berat
ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat mencolok (
ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
3.
Kekurangan
yodium pada masa anak-anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan
yodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok
umur yang sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. Dari sini dapat
disimpulkan kekurangan yodium mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua
penelitian yang dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti
kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas. Keadaan
ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh dan lesu,
hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini
dapat kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila
keadaan yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya
masih dalam masa perkembangan, walaupun diberikan koreksi yodium otak tetap
tidak dapat kembali normal (ennhyryan.blogspot.com, 2011).
4.
Kekurangan
yodium pada dewasa
Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala
komplikasinya, yang sering terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh dan
hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul pada kelenjar tiroid yang
berfungsi autonom. Disamping efek tersebut, peningkatan kelenjar tiroid yang
disebabkan oleh kekurangan yodium meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar
tiroid bila terkena radiasi ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
Secara terperinci, menjelaskan bahwa dampak kekurangan yodium, di
samping kretin endemik adalah
1.
Kemampuan
mental dan psikomotor berkurang.
2.
Angka kematian
perinatal meningkat, demikian gangguan perkembangan fetal dan pasca lahir.
3.
Hipotiroidisme
neonatal banyak ditemukan di daerah dengan endemik berat.
4.
Pada
penduduk normal ditemukan hipotiroidisme klinis dan biokimiawi.
5.
Di daerah
gondok endemik kadar yodium air susu ibu lebih rendah dibandingkan dengan
daerah non endemik ( 0,44 vs 10,02 ug/dl ).
6.
Pada otak
terlihat kalsifikasi ganglion basal, hipofisis membesar, tetapi arti klinik
belum diketahui.
7.
Terdapat
minimal brain damage di daerah yang terkesan sudah iodine replete, dengan IQ
point yang terlambat 10-15 point meskipun status tiroid sudah kembali normal.
8.
Ada
keterlambatan per-kembangan fisik anak misalnya lambatnya mengangkat kepala,
tengkurap, berjalan, hiporefleksi, strabismus konvergen dan hipotoni otot
(clupst3r.wordpress.com, 2009).
G. Pengobatan
GAKY
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI 1986, kandungan
KIO3 yang dianjurkan adalah 40 ppm. Iodium diperlukan semata-mata untuk
biosintesis hormon thyroid yang mengandung iodium. Kebutuhan iodium meningkat
pada kaum remaja dan kehamilan. Banyaknya metoda suplementasi iodium tergantung
pada beratnya GAKY pada populasi, grade iodium urine dan prevalensi goiter dan
kretinisme.
1.
GAKY ringan
akan lenyap dengan sendirinya jika status ekonomi penduduk ditingkatkan.
2.
GAKY sedang
dapat dikontrol dengan garam beryodium ( biasanya 20-40 mg/kg pada tingkat
rumah tangga ). Disamping itu minyak beryodium diberi secara oral atau suntik
yang dikoordinasi melalui puskesmas.
3.
GAKY berat,
penanganannya dengan pemberian minyak beryodium ( secara oral pada 3, 6 dan 12
bulan maupun suntikan setiap 3-4 tahun sekali ) sampai sistem garam beryodium
efektif, jika sistem saraf pusat dicegah dengan sempurna (fahrarien.blogspot.com,
2012).
Kapsul yodium adalah preparat minyak beryodium dengan dosis tinggi
dan tiap kapsul berisi 200 mg yodium dalam larutan minyak. Kapsul yodium
diberikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemik sedang dan berat ( prevalensi
TGR ≤ 20 %) setiap tahun sekali dengan ketentuan :
1.
Laki-laki :
0-20 tahun.
2.
Perempuan :
0-30 tahun.
3.
Semua ibu
hamil dan menyusui ( fahrarien.blogspot.com, 2012 ).
Kapsul yodium diberikan dengan dosis sebagai berikut :
1.
Bayi 0-1 ½
kapsul/tahun.
2.
Balita 1-5
1 kapsul/tahun.
3.
Wanita 6-35
2 kapsul/tahun.
4.
Pria 6-20 2
kapsul/tahun.
5.
Wanita
hamil dan menyusui 2 kapsul/tahun ( Depkes, 2000 dalam fahrarien.blogspot.com,
2012 )
H. Pencegahan
dan Penanggulangan GAKY
Karena tingginya masalah GAKY sejak tahun 1980 maka pemerintah
merancang suatu program intervensi secara nasional dengan supplementasi yodium
dan program fortifikasi garam beryodium. Juga larutan yodium dalam minyak
diberikan secara oral atau OIO ( Oral Iodinated Oil ) maupun suntikan. Efek
obat ini berjangka panjang, oral dapat diberikan setiap 6-12 bulan sekali sedangkan
suntikan 3-4 tahun sekali. Di daerah tertentu melarutkan yodium ( bentuk
tetesan ) dalam air minum atau sumur. Hasilnya
pada tahun 1998 berhasil menurunkan hingga 9,8%. Namun naik lagi menjadi 11,7 %
akibat program pemberian kapsul yodium yang sudah diberhentikan oleh
pemerintah. Kemudian dilakukan suatu survey atau pemetaan hingga tingkat
kecamatan untuk menggambarkan permasalahan GAKY ini baik di daerah endemik
maupun tidak endemik, dengan begitu intervensi akan lebih efektif dan efisien
(catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Dampak yang ditimbulkan oleh GAKY ini sangatlah banyak,
diantaranya kretinisme. Diperkirakan sebesar 75 anak setiap 1.000 anak di
daerah endemik lahir dengan kretin dan tiap tahunnya 9.000 melahirkan anak
kretin baru. Sehingga pemerintah mengambil langkah untuk mengatasi hal tersebut
dengan menggalakkan Rancangan Aksi Nasional GAKY ( RAN GAKY ) tahun 2005. RAN
GAKY ini menyangkut pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram dengan
begitu supply untuk garam terjaga. Sehingga percepatan pemasokan garam
beryodium dan pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi juga menjadi
komponen dalam RAN GAKY tersebut (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Pada
tahun 1985, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama ( SKB ) 4 menteri, yaitu
Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Menteri Dalam
Negeri tentang Garam Beryodium, yang berlaku di seluruh Indonesia, maka sejak
saat itu program iodisasi garam diberlakukan secara nasional. Dengan dikeluarkannya
SKB 4 menteri tersebut, semua garam konsumsi yang beredar di seluruh wilayah
Indonesia harus dalam bentuk garam beryodium dengan kadar yodium yang telah
ditetapkan. Dengan demikian diharapkan seluruh masyarakat Indonesia dapat
terhindar dari GAKY. Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan berbagai
masalah dalam pelaksanaan program garam beryodium ini antara lain yaitu garam
non yodium masih beredar di pasaran, kesadaran masyarakat tentang manfaat garam
beryodium masih belum baik, masih rendahnya kualitas garam beryodium, kesadaran
sebagian produsen garam masih belum baik, pengawasan mutu belum dilaksanakan
secara menyeluruh dan terus menerus serta belum diberlakukan sanksi yang tegas
( Depkes, 1993 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Sekarang ini program penanggulangan GAKY oleh pemerintah sejak era
otonomi telah diserahkan ke masing-masing daerah. Asalkan program tersebut
tidak hanya menyangkut kuratif dan rehabilitatif, tetapi juga harus mengandung
unsur pomotif dan preventif. Beberapa program yang dijadikan acuan adalah
Program Iodisasi Garam (semua garam harus memenuhi 40 ppm kalium yodat), KIE ( melalui
advokasi, penyuluhan, kampanye, dan memberikan pendidikan ), Surveilans GAKY dan
pencapaian indikator penanggulangan GAKY berkelanjutan. Ada beberapa indikator
dalam menilai masalah GAKY di masyarakat yakni dengan melihat cakupan garam,
kadar yodium dalam urin ( UIE ) dan TGR ( total goiter rate ) (catatanseorangahligizi.wordpress.com,
2012).
Goal yang harus dicapai untuk cakupan garam yodium yang dikonsumsi
hingga tingkat rumah tangga adalah > 90 %. Sedangkan kadar yodium dalam urin
merupakan indikator outcome paling dini untuk melihat terjadinya defisiensi
yodium karena menandai status asupan yodium saat itu ( current status ). Dan
terakhir adalah TGR, merupakan indikator untuk melihat masalah GAKY kronik
yakni masa lalu hingga kini. Ketiga indikator ini terkadang menjadi dasar untuk
perencanaan program di dinas kesehatan kota. Bentuk intervensi yang dapat
diberikan juga bervariasi tergantung status defisiensi yodiumnya. Sekarang ini
intervensi kapsul beryodium hanya ditargetkan pada daerah endemik sedang dan
berat saja dan sasaran hanya terbatas pada
wanita usia subur dan anak usia sekolah. Dengan demikian intervensi
melalui konsumsi garam beryodium (selain kapsul) seyogyanya harus ditargetkan
juga pada penduduk di seluruh klasifikasi GAKY ( non endemik, endemik ringan,
sedang dan berat ) (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Pemecahan masalah GAKY dalam skala rumah tangga dapat memberikan
satu sendok yodium pada setiap orang yang membutuhkan dan terus menerus. Karena
yodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya dibutuhkan
dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus. Pada daerah
kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk
makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk
setempat, maka suplementasi dan fortifikasi yodium yang diberikan terus menerus
sangat tinggi angka keberhasilannya. Penyuluhan kesehatan secara berkala pada
masyarakat perlu dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada
pembuat keputusan dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan kepada
tenaga kesehatan. Selanjutnya yang penting juga adalah penelitian tentang GAKY
dengan pendekatan multidisiplin, baik klinis, eksperimental maupun
epidemiologi, untuk menemukan cara yang terjamin dan mudah penerapannya. GAKY
yang terlihat di masyarakat atau populasi, hanya sebagai puncak gunung es ( ennhyryan.blogspot.com,
2011 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar