Selasa, 10 September 2013

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ( GAKY ) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh provinsi dan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menghambat peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia.  Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme ( kerdil ), bisu, tuli, gangguan mental dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini ( ariefardiasnyah.blogspot.com, 2011 ).
GAKY merupakan salah satu masalah yang muncul sejak lama. Pada awalnya, hubungan unsur yodium dengan gondok endemik dilihat sebagai hubungan secara langsung yang ditunjukkan dengan praktek kedokteran Cina yang menggunakan biji ganggang Sargassum dan Laminaria japonica yang kaya yodium sebagai obat gondok. Akan tetapi, mulai tahun 1960-an pandangan para ahli terhadap defisiensi yodium berubah dari memandang defisiensi yodium berakibat pada gondok endemik dan kretin endemik saja ke perubahan yang lebih luas. Dengan demikian istilah ‘defisiensi yodium’ dahulu yang diidentikkan dengan ‘gondok endemik’ digantikan dengan “gangguan akibat kekurangan iodium’ yang efeknya amat luas, dapat mengenai semua segmen usia sejak dikandung ibu hingga pada orang dewasa ( clupst3r.wordpress.com, 2009 ).
Sebagian besar penderita GAKY mempunyai IQ sepuluh poin di bawah potensinya. Di antara mereka yang lahir normal, dengan konsumsi diet rendah yodium akan menjadi anak yang kurang intelegensinya, bodoh, lesu dan apatis dalam kehidupannya. Sehingga, kekurangan yodium akan menyebabkan masyarakat miskin dan tidak berkembang, sementara pada anak menyebabkan kesulitan belajar. Risiko itu karena kekurangan yodium dalam dietnya dan berpengaruh pada awal perkembangan otaknya. Yodium merupakan elemen yang sangat penting untuk pembentukan hormon tiroid. Hormon itu sangat diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan mental dan fisik, baik pada manusia maupun hewan. Efek yang sangat dikenal orang akibat kekurangan yodium adalah gondok, yakni pembesaran kelenjar tiroid di daerah leher (ennhyryan.blogspot.com, 2011).

Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat ( hipermetabolisme ) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan (ariefardiasnyah.blogspot.com, 2011).
Upaya pencegahan dan penanggulangan GAKY yaitu dengan memberikan unsur yodium telah lama dilakukan oleh pemerintah. Yodium merupakan mikronutrien penting untuk pembentukan hormon tiroid. Kekurangan yodium memang agak berbeda masalahnya dengan zat gizi lain, karena permasalahan yang timbul biasanya terjadi pada lingkungan miskin yodium. Faktor kandungan yodium lahan suatu tempat sangat penting, karena akan menentukan kandungan yodium pada air dan bahan makanan yang tumbuh di tempat tersebut. Suatu wilayah menjadi kekurangan yodium disebabkan lapisan humus tanah sebagai tempat menetapnya yodium sudah tidak ada, karena akibat erosi tanah secara terus menerus atau akibat pembakaran hutan yang mengakibatkan yodium dalam tanah hilang ( Djokomoeljanto, 2002 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Mereka yang bermukim di wilayah sedikit sekali ( bahkan tidak ada sama sekali ) mengandung yodium beresiko mengalami defisiensi yodium. Kehilangan yodium di wilayah itu, kebanyakan berlangsung di daerah pegunungan, mungkin diakibatkan oleh hanyutnya yodium bersama air hujan. Pemukiman di sekitar pegunungan Himalaya merupakan contoh yang paling nyata. Namun, daerah yang terbentang di dataran rendah pun bukan tidak mungkin mengalami kekurangan. Air bah yang kerap berkunjung, menghanyutkan yodium yang tersimpan dalam tanah. Yodium yang terkandung pada tanaman yang tumbuh di daerah itu pun terbukti sangat sedikit ( fahrarien.blogspot.com, 2012 ).




Di Indonesia 42 juta orang tinggal di daerah kurang yodium. Hasil survei gondok didapatkan angka nasional Total Goitre Rate ( TGR ) pada anak sekolah Tahun 1982 sebesar 37,2 % dan pada Tahun 1990 menjadi 27,7 % dan tahun 1998 menjadi 9,8 %. Kantong-kantong endemik berat dan sedang masih dijumpai di 612 kecamatan serta 1.167 kecamatan dengan endemik ringan. Total kecamatan di Indonesia yang dinyatakan sebagai daerah endemik GAKY mencapai 45 % ( Depkes, 1998 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Berdasarkan hasil pemetaan pemerintah terkait masalah GAKY dari tahun 1980 terus mengalami penurunan di tahun 2003. Tahun 1980 dimana hasil pemetaan GAKY nasional mencapai 37,7 % turun menjadi 11,7% di tahun 2003. Karena tingginya masalah GAKY dari tahun 1980 maka pemerintah merancang suatu program intervensi secara nasional dengan supplementasi yodium dan program fortifikasi garam beryodium. Hasilnya pada tahun 1998 berhasil menurunkan hingga 9,8 %. Namun naik lagi menjadi 11,7 % akibat program pemberian kapsul yodium yang sudah diberhentikan oleh pemerintah. Pada tahun 2008 teridentifikasi sebanyak 316 orang mengalami gangguan neurologis yang potensial diduga disebabkan karena GAKY. Tentu saja hal ini juga dapat menjadi kualitas buruk terhadap kualitas SDM bangsa Indonesia, khususnya di wilayah yang endemik. Walaupun pernah terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensinya masih di atas 5 % dan bervariasi antar wilayah, dimana masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30 persen. ( catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012 ). Berdasarkan latar belakang inilah kami mengangkat Permasalahan GAKY di Indonesia sebagai judul makalah kami dan sebagai tugas bagi kami yang mengikuti mata kuliah Dasar-Dasar Perencanaan dan Implikasi Gizi.

B.       Rumusan Masalah
Belum diketahuinya bagaimana gambaran permasalahan GAKY di Indonesia.







C.      Tujuan Penulisan
1.        Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran permasalahan GAKY di Indonesia.

2.        Tujuan Khusus
a.         Untuk mengetahui definisi yodium.
b.        Untuk mengetahui ekologi yodium.
c.         Untuk mengetahui definisi GAKY.
d.        Untuk mengetahui pengukuran GAKY.
e.         Untuk mengetahui faktor risiko GAKY.
f.         Untuk mengetahui dampak GAKY.
g.        Untuk mengetahui pengobatan GAKY.
h.        Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan GAKY.

D.      Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini antara lain dapat berguna bagi peminat studi ilmu Dasar-Dasar Perencanaan dan Implikasi Gizi, dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang pangan dan gizi, dapat membantu dalam proses belajar mengajar dan masih banyak manfaat lainnya yang dapat kita peroleh.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Yodium
Yodium adalah suatu unsur elemen non metal, diperlukan oleh manusia untuk sintesis hormon tiroid, sebagai unsur penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pada umumnya yodium di atas bumi ditemukan di lautan, dan di dalam tanah yang subur. Semakin tua dan semakin terbuka permukaan tanah, semakin mudah yodium larut karena erosi. Meskipun kadar yodium dalam air laut dan udara sedikit, tetapi masih merupakan sumber utama yodium di alam. Karena yodium larut dalam air, maka erosi akan mempengaruhi unsur ini ke laut ( Depkes RI, 2003 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Yodium alam bersumber dari :
1.        Air tanah bergantung pada air yang berasal dari batuan jenis tertentu ( kadar paling tinggi berasal dari igneous rock, 900 ug/kg bahan ).
2.        Air laut mengandung sedikit yodium, demikian pula garam pada umumnya.
3.        Plankton dan ganggang laut berkadar yodium tinggi sebab organisme ini mengkonsentrasikan yodium dari lingkungan sekitarnya.
4.        Sumber bahan organik yang berada dalam oksidan, desinfektan, yodoform, zat warna untuk makanan dan kosmetik dan sekarang ini banyak vitamin yang menambah unsur ini juga.
5.        Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan mengandung banyak yodium ( Asih Luh Gatie, 2006 ).

Almatsier ( 2003 ), yodium adalah bahan dasar essensial untuk pembentukan hormon tiroid. Yodium yang dimakan akan berubah menjadi yodida dan diserap tubuh. Organ utama yang memanfaatkan yodium adalah tiroid untuk membentuk hormon tiroid dan ginjal yang akan rnengeluarkannya ke dalam urin. Sintesis dan sekresi hormon tiroid pada kecepatan normal diperlukan kurang lebih 120 μg per hari. Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 μg per hari sebagai yodium dalam triyodotironin dan tiroksin, dan melepaskan 40 μg yodium ke dalam cairan ekstraseluler, yang kebanyakan berasal dari deyodinasimono dan diyodotirosin. Triyodotironin dan tiroksin akan dimetabolisir dalam hati dan jaringan lain, dan akan melepaskan 60 μg yodium ke dalam cairan ekstraseluler. Sebagian derivat hormon tiroid dikeluarkan ke dalam empedu dan sebagian yodiumnya akan diserap kembali ( sirkulasi enterohepatik ), namun ada sejumlah yodium yang dibuang dalam tinja dan urin ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Fungsi yodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormon tiroksin/triiodotironin ( T3 ) dan tetraiodotironin ( T4 ). Peran hormon tiroid terhadap metabolisme protein merupakan dasar efek hormon tersebut terhadap proses tumbuh kembang didukung pula dengan pengaruhnya terhadap metabolisme karbohidrat antara lain meningkatkan absorpsi glukosa dari saluran pencernaan dan meningkatkan tangkapan glukosa oleh jaringan lemak dan otot. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30 %. Di samping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf. Yodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna. Yodium berperan pula dalam sintesis kolesterol darah ( Almatsier, 2003 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Yodium masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman dalam bentuk yodium anorganik. Sebagian besar yodium anorganik akan diekskresikan lewat urin, oleh sebab itu kadar yodium dalam urin akan menggambarkan diet seseorang. Yodium dianggap berlebihan apabila jumlahnya melebihi jumlah yang diperlukan untuk sintesis hormon secara fisiologis. Terjadinya yodium yang berlebihan ( Iodide excess ) apabila yodium dikonsumsi dalam dosis cukup besar dan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya inhibisi hormon genesis khususnya yodinisasi tironin dan selanjutnya dapat terjadi gondok ( Djokomoeljanto, 1993 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Ganong ( 1979 ), pemberian yodium yang berlebihan dapat mempercepat gejala klinis hipertiroidisme pada penderita penyakit Grave laten. Pada hipertiroidisme yodida dalam dosis tinggi secara teratur menghambat sekresi hormon tiroid. Dengan demikian peranan yodida dalam faal tiroid sangatlah unik, dalam jumlah kecil diperlukan untuk fungsi tiroid normal, sedang dalam jumlah besar bersifat menghambat bila kelenjar hiperplastik. Hetzel ( 1989 ), transpor hormon tiroid dalam sirkulasi dilakukan oleh globulin, albumin dan prealbumin. Fungsi protein transpor adalah untuk mencegah hormon keluar sirkulasi lewat urin dan berfungsi sebagai simpanan hormon dan menjaga kadar hormon bebas. Lebih dari 99,7 % T3 dan 99,97 % T4 terikat protein. Hormon yang mempunyai efek biologik adalah hormon bebas. Waktu paruh T4 dalam serum adalah 8 hari sedangkan T3 hanya 8 jam, namun hal ini dapat diatasi karena T4 dapat diubah menjadi T3. Untuk mencukupi kebutuhan hormon tiroid di perifer, sekresi diatur autoregulasi dan regulasi ekstra tiroidal yang dilakukan oleh TSH yang disekresi oleh hipofisis, sementara sekresi TSH dirangsang oleh TRH yang disekresi oleh hipotalamus ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
B.       Ekologi Yodium
Sebagian besar yodium berada di samudera/lautan, karena yodium ( melalui pencairan salju dan hujan ) pada permukaan tanah, kemudian dibawa oleh angin, aliran sungai dan banjir ke laut. Kondisi ini, terutama di daerah yang bergunung-gunung di seluruh dunia, walau dapat juga terjadi di lembah sungai. Yodium yang berada di tanah dan lautan dalam bentuk yodida. Ion yodida dioksidasi oleh sinar matahari menjadi elemen yodium yang sangat mudah menguap, sehingga setiap tahun kira-kira 400.000 ton yodium hilang dari permukaan laut. Kadar yodium dalam air laut kira-kira 50 mikrogram/liter, di udara kira-kira 0,7 mikrogram/meter kubik. Yodium yang berada dalam atmosfer akan kembali ke tanah melalui hujan, dengan kadar dalam rentang 1,8 - 8,5 mikrogram/liter. Siklus yodium tersebut terus berlangsung selama ini ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
Kembalinya yodium ke tanah sangat lambat dan dalam jumlah sedikit dibandingkan saat lepasnya. Proses ini akan berulang terus menerus sehingga tanah yang kekurangan yodium tersebut akan terus berkurang kadar yodiumnya. Di sini tidak ada koreksi alamiah dan defisiensi yodium akan menetap. Akibatnya, populasi manusia dan hewan di daerah tersebut yang sepenuhnya tergantung pada makanan yang tumbuh di daerah tersebut akan menjadi kekurangan yodium. Melihat hal tersebut maka sangat banyak populasi di Indonesia yang menderita kekurangan yodium berat karena mereka hidup dalam sistem mencari nafkah dengan bertani di daerah gunung atau lembah. Kekurangan yodium akan menimpa populasi di daerah tersebut yang dalam makanannya tidak ada suplemennya yodium atau tidak ada penganekaragaman dalam makanannya dengan makanan dari daerah lain yang tidak kekurangan yodium ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
Djokomoeljanto ( 2002), sejak masa geologik tertentu, unsur yang langka ini telah dikikis dari lahannya dan terbawa ke laut. Unsur ini dibawa oleh angin dan hujan ke daratan kembali melewati siklus laut-udara-daratan. Pada umumnya air minum merupakan sumber yodium yang sangat terbatas. Kebanyakan unsur ini didapat lewat makanan. Tumbuhan memperoleh yodium dari lahan di mana tanaman tumbuh, sehingga makin tinggi kadar yodium lahan, makin tinggi pula kadar yodium tanaman yang hidup di lahan tersebut. Pendapat Hetzel ( 1996 ) menyatakan bahwa yodium terjadi dalam lapisan tanah, terdapat dalam minyak dan gas alam. Air dari dalam tanah banyak mengandung yodium. Secara umum tanah yang tidak dilindungi dalam waktu lama banyak melepaskan yodium. Yodium yang terdapat pada tanah dan laut sebagai iodide teroksidasi oleh sinar matahari menjadi yodium yang bisa menguap, sehingga setiap tahun kurang lebih 400.000 ton yodium menguap dari permukaan laut. Yodium di atmosfir kembali ke tanah melalui hujan dengan konsentrasi 1: 8 - 8,5 μg / L ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat ini adalah :
1.        50 mikrogram untuk bayi ( 12 bulan pertama ).
2.        90 mikrogram untuk anak ( usia 2-6 tahun ).
3.        120 mikrogram untuk anak usia sekolah ( usia 7-12 tahun ).
4.        150 mikrogram untuk dewasa ( diatas usia 12 tahun ).
5.        200 mikrogram untuk ibu hamil dan menyusui ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).

C.      Definisi GAKY
Sari Rejeki ( 2005 ), GAKY dapat didefinisikan sebagai rangkaian akibat kekurangan yodium pada manusia yang meliputi gondok dalam segala stadiumnya, kretin endemik, meningkatnya angka kematian bayi dan meningkatkan gangguan mental serta neurologik. Depkes RI ( 1997 ), masalah GAKY adalah sekumpulan gejala yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan mempunyai dampak negatif terhadap manusia sejak masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur besarnya masalah GAKY di masyarakat adalah dengan mengukur prevalensi pembesaran kelenjar gondok pada anak sekolah. Djokomoeljanto ( 2002 ), GAKY atau Iodine Deficiency Disorders ( IDD ) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan berbagai akibat dari kekurangan yodium pada suatu penduduk dan gangguan ini bisa dicegah dengan mengatasi kekurangan yodium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Jika karena sesuatu sebab yodium tidak diperoleh dari konsumsi, maka tubuh akan mengaktifkan mekanisme stimulasi melalui rangsangan hormon lain yang diproduksi oleh kelenjar di daerah otak dikenal sebagai Thyroid Stimulating Hormon ( TSH ). Akibat mekanisme tersebut akan terjadi gangguan keseimbangan metabolisme yang dapat menimbulkan berbagai kelainan fisiologis. Kondisi inilah yang disebut sebagai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dengan kelainan yang timbul dapat berupa pembesaran kelenjar gondok pada leher, gangguan perkembangan fisik, gangguan fungsi mental, yang dapat berpengaruh terhadap kehilangan Intelligence Quotient ( IQ ) point yang identik dengan kecerdasan dan produktivitas  ( Asih Luh Gatie, 2006 ).


D.      Pengukuran GAKY
Pengukuran GAKY dalam populasi mengindikasikan tingkat dan keparahan masalah. Hal tersebut juga mengindikasikan kemajuan dalam berkurangnya penderita GAKY. Pengukuran GAKY dipakai sebagai informasi penting dalam memutuskan apakah suatu program pemberantasan GAKY masih diperlukan untuk menunjukkan keefektifannya dalam mengurangi jumlah penderita GAKY.
1.        Pengukuran tiroid dengan palpasi
Arisman ( 2004 ), pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur gondok. Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di masyarakat pada suatu daerah. Survei epidemiologis untuk gondok endemik prevalensi gondok endemik diperoleh dari survei pada anak sekolah dasar d didasarkan atas klasifikasi sebagai berikut :
a.         Grade 0 berarti tidak teraba/tidak terlihat.
b.        Grade 1 berarti teraba dan tidak terlihat pada posisi kepala biasa.
c.         Grade 2 berarti terlihat pada posisi kepala biasa ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

Klasifikasi tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di antara survei di setiap wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak membutuhkan palpasi untuk diagnosis. Prevalensi gondok endemik dari grade 1 sampai dengan grade 2 dinamakan Total Goiter Rate ( TGR ) sedangkan grade 2 dan grade 3 dinamakan Visible Goiter Rate ( VGR ). Terdapat beberapa kelebihan palpasi sebagai suatu metode pengukuran, palpasi adalah suatu teknik yang tidak memerlukan instrumen, bisa mencapai jumlah yang besar dalam periode waktu yang singkat, tidak bersifat invasif dan hanya menuntut sedikit ketrampilan. Meskipun demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang menonjol di antaranya antar pemeriksa dengan kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda khususnya dalam gondok endemik grade 0 dan grade 1. Hal ini telah ditunjukkan oleh penelitian-penelitian para peneliti yang berpengalaman di mana kesalahan klasifikasi bisa sebesar 40 % ( Asih Luh Gatie, 2006 ).




2.        Pengukuran volume tiroid dengan ultrasonografi ( USG ) tiroid
Objektivitas bisa didapatkan dalam survei gondok dengan pengukuran-pengukuran ultrasonografi seperti yang digunakan dalam penelitian medis lainnya, contohnya dalam perawatan antenatal. Teknik ini mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran tiroid lebih luas dan bebas dari bias pengukuran. Prosedurnya tidak invasif dan bisa digunakan untuk mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut bisa dipelajari dengan baik dalam beberapa hari. Kelebihan dari pemeriksaan ultrasonografi ( USG ) adalah memberikan suatu pengukuran objektif dari volume tiroid, dalam beberapa kasus mungkin bisa menunjukkan pertimbangan terhadap GAKY dan karenanya program pencegahan yang mahal bisa dihindarkan, ultrasonografi dengan cepat menggantikan palpasi ( Gutekunst, 1990 dalam Asih Luh Gatie, 2006).
Pemeriksaan USG juga merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk melihat pembesaran volume tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume tiroid yang dihitung berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari kedua cuping, volume yang dihitung dibandingkan dengan standar dari suatu populasi dengan masukan iodium yang cukup. Pengukuran volume tiroid dengan menggunakan ultrasonografi untuk saat ini hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli yang sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan volume tiroid pada sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid kanan dan kiri. Kelemahan dari ultrasonografi di antaranya harus ada pelatihan, biaya instrumen yang mahal dan masalah transportasi dari pusat ke wilayah survei ( Untoro Y, 1999 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

3.        Kadar yodium dalam urin ( UIE/Urinary Iodine Excretion )
Penilaian jumlah asupan yodium dalam makanan sulit dilakukan, karena kandungan yodium dalam makanan mempunyai variasi yang sangat luas dan sangat tergantung dari kandungan yodium dalam tanah tempat mereka tumbuh, oleh karena yodium yang kita butuhkan amat sedikit ( dalam ukuran mikro ) dan kandungan yodium dalam makanan sukar diperiksa, maka sebagai gantinya penilaian asupan yodium dapat diperiksa dengan cara yang lebih praktis atau mudah dilaksanakan yaitu berdasarkan pengukuran ekskresi yodium dalam urin, sedangkan ekskresi yodium di dalam feses dapat diabaikan (Syahbuddin, 2002 dalam Asih Luh Gatie, 2006).


Pengukuran yodium yang paling dapat dipercaya atau diandalkan adalah median kadar yodium dalam urin sampel yang mewakili, karena sebagian besar (lebih dari 90 %) yodium yang diabsorpsi dalam tubuh akhirnya akan diekskresi lewat urin. Dengan demikian UIE jelas dapat menggambarkan intake yodium seseorang. Kadar UIE dianggap sebagai tanda biokimia yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya defisiensi yodium dalam suatu wilayah ( Dunn, 1993 dan Stanbury, 1996 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Sampel terbaik untuk pemeriksaan UIE adalah urin selama 24 jam karena dapat menggambarkan fluktuasi yodium dari hari ke hari. Tetapi, pengambilan sampel urin 24 jam ini tidak mudah dilakukan di lapangan. Beberapa peneliti kemudian menggunakan sampel urin sewaktu dan mengukur kadar kreatinin dalam serum, Ialu dihitung sebagai rasio UIE per gram kreatinin. Hal ini dilakukan dengan asumsi ekskresi kreatinin relatif stabil. Tetapi ternyata cara ini mempunyai kelemahan karena kadar kreatinin serum sangat tergantung pada massa otot, jenis kelamin dan berat badan seseorang (Rachmawati, 1997 dalam Asih Luh Gatie, 2006).
Klasifikasi tingkat kelebihan dan kekurangan yodium dalam suatu wilayah, berdasarkan median kadar yodium dalam urin ( UIE ) sebagai berikut :
a.         Defisiensi berat, kadar UIE <20 μg/L.
b.        Defisiensi sedang, kadar UIE 20-49 μg/L.
c.         Defisiensi ringan, kadar UIE 50-99 μg/L.
d.        Optimal, kadar UIE 100-200 μg/L.
e.         Lebih dari cukup, kadar UIE 201-300 μg/L.
f.         Kelebihan ( excess ), kadar UIE >300 μg/L ( WHO 2001 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

Klasifikasi endemisitas Gangguan Akibat Kekurangan Yodium berdasarkan median UIE adalah sebagai berikut :
a.         Non endemis, kadar UIE  ≥ 100 μg/L.
b.        Endemis ringan, kadar UIE  50-99 μg/L.
c.         Endemis sedang, kadar UIE  20-49 μg/L.
d.        Endemis berat, kadar UIE  < 20 μg/L ( WHO 1994 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).




E.       Faktor Risiko GAKY
1.        Faktor konsumsi makanan zat goitrogenik
Kartono ( 2004 ), goitrogen adalah bahan kimia yang bersifat toksik terhadap tiroid atau dipecah untuk menghasilkan bahan kimia toksik. Goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat produksi ataupun penggunaan hormon tiroid. Dahro ( 2004 ) Zat goitrogenik tiosianat dapat menyebabkan kejadian GAKY menjadi lebih parah. Tiosianat terdapat di berbagai makanan, seperti singkong, kubis/kol, lobak cina dan rebung. Thaha dkk ( 2000 ) menyatakan bahwa tiosianat atau senyawa mirip tiosianat terutama bekerja dengan menghambat mekanisme transpor aktif yodium ke dalam kelenjar tiroid. Konsumsi tiosianat lebih tinggi secara bermakna pada daerah endemik dan konsumsi tiosianat lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol, rata-rata konsumsi zat goitrogen pada daerah endemik tiga kali sehari, hal ini menunjukan bahwa ada faktor risiko konsumsi makanan yang mengandung tiosianat dengan kejadian GAKY. Wuryastuti ( 1993 ), pada masyarakat dengan kebiasaan konsumsi singkong (sumber tiosianat) dalam jumlah banyak, dapat mengganggu pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid. Aktivitas goitrogenik dari tiosianat atau senyawa serupa dapat diatasi dengan penambahan yodium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Gaitan E & Cooksey ( 1989 ) menyatakan bahwa pengaruh zat goitrogenik dapat terjadi pada berbagai tingkatan dari metabolisme yodium sendiri seperti :
a.         Menghambat uptake yodida anorganik oleh kelenjar tiroid, contohnya tiosianat dan isotiosianat yang menghambat proses ini karena berkompetisi dengan yodium.
b.        Menghambat oksidasi yodida anorganik dan inkorporasi yodium yang sudah teroksidasi dengan asam amino tyrosin untuk membentuk monoiodotyrosine ( MIT ) dan diiodotyrosine ( DIT ) serta menghambat proses coupling yang dimediasi oleh enzym tiroid peroxidase ( TPO ), contohnya recorsinol dan senyawa fenolik lainnya, flavonoids, aliphatic disulfides dan goitrin.
c.         Menghambat pelepasan hormon tiroid (T3 dan T4) ke dalam sirkulasi darah, contohnya kelebihan yodium dan garam lithium ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).






2.        Konsumsi makanan kaya yodium
Fatimah ( 1999 ) menyatakan rata-rata konsumsi bahan makanan kaya yodium pada penduduk di desa-desa lereng gunung daerah endemis GAKY 1-2 kali dalam seminggu, sedangkan pada daerah dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4 kali dalam seminggu. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kesediaan pangan, sosial ekonomi dan kebiasaan penduduk serta tingkat pengetahuan tentang GAKY yang rendah ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

3.        Pengetahuan orang tua terutama ibu
Fatimah ( 1999 ) menyatakan ada 13 - 19 % dari ibu di daerah endemik GAKY yang belum pernah mendengar tentang yodium. Sedangkan yang tidak mengetahui tentang garam beryodium ada 11-14 %. Kapsul yodiol pun hanya dikenal 36,7 %, terutama di daerah endemik gondok ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

4.        Defisiensi zat gizi lain
Dalam berbagai kajian mutakhir ditemukan bahwa selain goitrogen juga didapati adanya berbagai zat gizi yang berpengaruh terhadap metabolisme yodium, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap kejadian kegawatan dan prognosis GAKY. Menurut Golden ( 1992 ) yodium termasuk dalam klasifikasi Nutrien Type 1 bersama-sama dengan zat gizi lain seperti besi, selenium, kalsium, tiamin mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifiklah yang pertama akan timbul, dalam hal ini apabila kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD). Sedangkan pada Type ll bersama-sama dengan zat gizi lain seperti potasium, natrium, zink dengan pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan penilaian biokimia cairan tubuh yang normal ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

5.        Kandungan yodium dalam garam dapur
Program yodisasi garam adalah salah satu upaya yang ditempuh oleh Pemerintah untuk menanggulangi GAKY. Sejak awal dicetuskannya, program iodisasi garam dititikberatkan pada pengadaan garam konsumsi beriodium, sehingga seluruh garam konsumsi yang beredar di masyarakat mengandungyodium dengan kadar 40 ppm (Departemen Perindustrian RI, 1990 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

6.        Kandungan yodium dalam air
Thaha dkk ( 2000 ) menyatakan bahwa kandungan yodium dalam tanah pertanian pada daerah endemik gondok berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian gondok, ditunjukan dengan hasil pengukuran kadar yodium dalam tanah di daerah endemik ( rata-rata 0,13 μg/L ) lebih rendah dari pada kandungan yodium tanah daerah non endemik (rata-rata 0,21 μg/L). Djokomoeljanto ( 1996 ) menyatakan penyebab GAKY di daerah endemik adalah rendahnya asupan sehari-hari yang disebabkan oleh rendahnya kadar yodium di dalam bahan makanan dan air minum ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

Meskipun kekurangan yodium merupakan faktor paling penting terhadap terjadinya GAKY, tetapi ada beberapa faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap menetap dan berkembangnya kasus-kasus baru di berbagai daerah endemis yang meliputi :
1.        Faktor genetik
Djokomoeljanto ( 1997 ), terdapatnya prevalensi yang tinggi kejadian gondok pada beberapa anggota keluarga disebabkan rendahnya efisiensi biologi tiroid. David ( 1990 ), ditemukannya antibodi imunoglubolin ( IgG ) dalam serum penderita, antibodi ini mungkin diakibatkan karena suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompok limfosit tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan mengekskresi imunoglobulin stimulator, sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang ( dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).

2.        Gangguan metabolisme fungsi tiroid
Fungsi tiroid merupakan salah satu komponen sistem yang sangat komplek. Bila terjadi defek pada salah satu fase akan mempengaruhi status tiroid, misalnya pada pasien dengan sindrom resistensi hormon tiroid sebenarnya memiliki fungsi tiroid yang normal tetapi statusnya bisa berkisar dari hipotiroid sampai hipertiroid. Dengan kata lain baik kekurangan maupun kelebihan asupan yodium akan memberikan dampak terhadap fungsi maupun morfologi kelenjar tiroid ( Masjhur, 2001 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).






F.       Dampak Gaky
GAKY dapat berakibat pada janin, bayi baru lahir, anak-anak dan dewasa.
1.        Kekurangan yodium pada janin
Kekurangan yodium pada janin akibat ibunya kekurangan yodium. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus dan cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat pada janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemik. Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil (ennhyryan.blogspot.com, 2011).
Penelitian terakhir menunjukkan, transfer hormon tiroid dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal kehamilannya maka transfer hormon tiroid ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi. Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada trimester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).

2.         Kekurangan yodium pada saat bayi baru lahir
Fungsi tiroid pada bayi baru lahir berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru lahir, otak baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun. Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan yodium, dan hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal. Di negara sedang berkembang dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah balik tali pusat segera setelah bayi lahir untuk pemeriksaan kadar hormon tiroid dan TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal, bila didapatkan kadar tiroid kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).

Pada daerah dengan kekurangan yodium yang sangat berat, lebih dari 50 % penduduk mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg per gram kreatinin, kejadian hipotiroidisme neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat mencolok, pada daerah yang kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada kretin, angka kejadian hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000 kelahiran. Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan yodium tidak dikoreksi maka hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi di daerah kekurangan yodium berat ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat mencolok ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).

3.        Kekurangan yodium pada masa anak-anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. Dari sini dapat disimpulkan kekurangan yodium mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas. Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh dan lesu, hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini dapat kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila keadaan yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya masih dalam masa perkembangan, walaupun diberikan koreksi yodium otak tetap tidak dapat kembali normal (ennhyryan.blogspot.com, 2011).

4.        Kekurangan yodium pada dewasa
Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala komplikasinya, yang sering terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh dan hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul pada kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek tersebut, peningkatan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh kekurangan yodium meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar tiroid bila terkena radiasi ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).


Secara terperinci, menjelaskan bahwa dampak kekurangan yodium, di samping kretin endemik adalah
1.        Kemampuan mental dan psikomotor berkurang.
2.        Angka kematian perinatal meningkat, demikian gangguan perkembangan fetal dan pasca lahir.
3.        Hipotiroidisme neonatal banyak ditemukan di daerah dengan endemik berat.
4.        Pada penduduk normal ditemukan hipotiroidisme klinis dan biokimiawi.
5.        Di daerah gondok endemik kadar yodium air susu ibu lebih rendah dibandingkan dengan daerah non endemik ( 0,44 vs 10,02 ug/dl ).
6.        Pada otak terlihat kalsifikasi ganglion basal, hipofisis membesar, tetapi arti klinik belum diketahui.
7.        Terdapat minimal brain damage di daerah yang terkesan sudah iodine replete, dengan IQ point yang terlambat 10-15 point meskipun status tiroid sudah kembali normal.
8.        Ada keterlambatan per-kembangan fisik anak misalnya lambatnya mengangkat kepala, tengkurap, berjalan, hiporefleksi, strabismus konvergen dan hipotoni otot (clupst3r.wordpress.com, 2009).

G.      Pengobatan GAKY
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI 1986, kandungan KIO3 yang dianjurkan adalah 40 ppm. Iodium diperlukan semata-mata untuk biosintesis hormon thyroid yang mengandung iodium. Kebutuhan iodium meningkat pada kaum remaja dan kehamilan. Banyaknya metoda suplementasi iodium tergantung pada beratnya GAKY pada populasi, grade iodium urine dan prevalensi goiter dan kretinisme.
1.        GAKY ringan akan lenyap dengan sendirinya jika status ekonomi penduduk ditingkatkan.
2.        GAKY sedang dapat dikontrol dengan garam beryodium ( biasanya 20-40 mg/kg pada tingkat rumah tangga ). Disamping itu minyak beryodium diberi secara oral atau suntik yang dikoordinasi melalui puskesmas.
3.        GAKY berat, penanganannya dengan pemberian minyak beryodium ( secara oral pada 3, 6 dan 12 bulan maupun suntikan setiap 3-4 tahun sekali ) sampai sistem garam beryodium efektif, jika sistem saraf pusat dicegah dengan sempurna (fahrarien.blogspot.com, 2012).

Kapsul yodium adalah preparat minyak beryodium dengan dosis tinggi dan tiap kapsul berisi 200 mg yodium dalam larutan minyak. Kapsul yodium diberikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemik sedang dan berat ( prevalensi TGR ≤ 20 %) setiap tahun sekali dengan ketentuan :
1.        Laki-laki : 0-20 tahun.
2.        Perempuan : 0-30 tahun.
3.        Semua ibu hamil dan menyusui ( fahrarien.blogspot.com, 2012 ).

Kapsul yodium diberikan dengan dosis sebagai berikut :
1.        Bayi 0-1 ½ kapsul/tahun.
2.        Balita 1-5 1 kapsul/tahun.
3.        Wanita 6-35 2 kapsul/tahun.
4.        Pria 6-20 2 kapsul/tahun.
5.        Wanita hamil dan menyusui 2 kapsul/tahun ( Depkes, 2000 dalam fahrarien.blogspot.com, 2012 )

H.      Pencegahan dan Penanggulangan GAKY
Karena tingginya masalah GAKY sejak tahun 1980 maka pemerintah merancang suatu program intervensi secara nasional dengan supplementasi yodium dan program fortifikasi garam beryodium. Juga larutan yodium dalam minyak diberikan secara oral atau OIO ( Oral Iodinated Oil ) maupun suntikan. Efek obat ini berjangka panjang, oral dapat diberikan setiap 6-12 bulan sekali sedangkan suntikan 3-4 tahun sekali. Di daerah tertentu melarutkan yodium ( bentuk tetesan ) dalam air minum atau sumur.  Hasilnya pada tahun 1998 berhasil menurunkan hingga 9,8%. Namun naik lagi menjadi 11,7 % akibat program pemberian kapsul yodium yang sudah diberhentikan oleh pemerintah. Kemudian dilakukan suatu survey atau pemetaan hingga tingkat kecamatan untuk menggambarkan permasalahan GAKY ini baik di daerah endemik maupun tidak endemik, dengan begitu intervensi akan lebih efektif dan efisien (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).




Dampak yang ditimbulkan oleh GAKY ini sangatlah banyak, diantaranya kretinisme. Diperkirakan sebesar 75 anak setiap 1.000 anak di daerah endemik lahir dengan kretin dan tiap tahunnya 9.000 melahirkan anak kretin baru. Sehingga pemerintah mengambil langkah untuk mengatasi hal tersebut dengan menggalakkan Rancangan Aksi Nasional GAKY ( RAN GAKY ) tahun 2005. RAN GAKY ini menyangkut pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram dengan begitu supply untuk garam terjaga. Sehingga percepatan pemasokan garam beryodium dan pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi juga menjadi komponen dalam RAN GAKY tersebut (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Pada tahun 1985, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama ( SKB ) 4 menteri, yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri tentang Garam Beryodium, yang berlaku di seluruh Indonesia, maka sejak saat itu program iodisasi garam diberlakukan secara nasional. Dengan dikeluarkannya SKB 4 menteri tersebut, semua garam konsumsi yang beredar di seluruh wilayah Indonesia harus dalam bentuk garam beryodium dengan kadar yodium yang telah ditetapkan. Dengan demikian diharapkan seluruh masyarakat Indonesia dapat terhindar dari GAKY. Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan berbagai masalah dalam pelaksanaan program garam beryodium ini antara lain yaitu garam non yodium masih beredar di pasaran, kesadaran masyarakat tentang manfaat garam beryodium masih belum baik, masih rendahnya kualitas garam beryodium, kesadaran sebagian produsen garam masih belum baik, pengawasan mutu belum dilaksanakan secara menyeluruh dan terus menerus serta belum diberlakukan sanksi yang tegas ( Depkes, 1993 dalam Asih Luh Gatie, 2006 ).
Sekarang ini program penanggulangan GAKY oleh pemerintah sejak era otonomi telah diserahkan ke masing-masing daerah. Asalkan program tersebut tidak hanya menyangkut kuratif dan rehabilitatif, tetapi juga harus mengandung unsur pomotif dan preventif. Beberapa program yang dijadikan acuan adalah Program Iodisasi Garam (semua garam harus memenuhi 40 ppm kalium yodat), KIE ( melalui advokasi, penyuluhan, kampanye, dan memberikan pendidikan ), Surveilans GAKY dan pencapaian indikator penanggulangan GAKY berkelanjutan. Ada beberapa indikator dalam menilai masalah GAKY di masyarakat yakni dengan melihat cakupan garam, kadar yodium dalam urin ( UIE ) dan TGR ( total goiter rate ) (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Goal yang harus dicapai untuk cakupan garam yodium yang dikonsumsi hingga tingkat rumah tangga adalah > 90 %. Sedangkan kadar yodium dalam urin merupakan indikator outcome paling dini untuk melihat terjadinya defisiensi yodium karena menandai status asupan yodium saat itu ( current status ). Dan terakhir adalah TGR, merupakan indikator untuk melihat masalah GAKY kronik yakni masa lalu hingga kini. Ketiga indikator ini terkadang menjadi dasar untuk perencanaan program di dinas kesehatan kota. Bentuk intervensi yang dapat diberikan juga bervariasi tergantung status defisiensi yodiumnya. Sekarang ini intervensi kapsul beryodium hanya ditargetkan pada daerah endemik sedang dan berat saja dan sasaran hanya terbatas pada  wanita usia subur dan anak usia sekolah. Dengan demikian intervensi melalui konsumsi garam beryodium (selain kapsul) seyogyanya harus ditargetkan juga pada penduduk di seluruh klasifikasi GAKY ( non endemik, endemik ringan, sedang dan berat ) (catatanseorangahligizi.wordpress.com, 2012).
Pemecahan masalah GAKY dalam skala rumah tangga dapat memberikan satu sendok yodium pada setiap orang yang membutuhkan dan terus menerus. Karena yodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus. Pada daerah kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk setempat, maka suplementasi dan fortifikasi yodium yang diberikan terus menerus sangat tinggi angka keberhasilannya. Penyuluhan kesehatan secara berkala pada masyarakat perlu dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada pembuat keputusan dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan kepada tenaga kesehatan. Selanjutnya yang penting juga adalah penelitian tentang GAKY dengan pendekatan multidisiplin, baik klinis, eksperimental maupun epidemiologi, untuk menemukan cara yang terjamin dan mudah penerapannya. GAKY yang terlihat di masyarakat atau populasi, hanya sebagai puncak gunung es ( ennhyryan.blogspot.com, 2011 ).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar