BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Status gizi ibu sebelum dan
selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang
dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan
berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat
tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.
Salah satu cara untuk menilai
kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu
hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada
pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang
mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK)
dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 %
ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai kecenderungan
melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Di
Indonesia, walau pun tingkat kemiskinan mulai berkurang, namun tetap ada
daerah-daerah dimana kurang gizi masih menjadi masalah utama. Gizi buruk tidak
hanya berdampak pada kesehatan seseorang secara pribadi, tapi juga mengurangi
kemampuan masyarakat untuk keluar dari kemiskinan. Gizi buruk mengurangi
kemampuan seseorang untuk bekerja dan juga mengurangi kemampuan anak-anak untuk
belajar disekolah, mengurangi tingkat kesehatan dan menjadi terlalu lelah untuk
bekerja dan belajar dengan baik. Diperkirakan bahwa gizi buruk dapat
menghabiskan biaya suatu Negara sebanyak 2-3% dari produk domestic bruto (“Repositioning
Nutrition as Central to Development: A Strategy for Large-Scale Action,”
published by the World Bank in 2006).
Perempuan
dan anak-anak adalah yang biasa dan umumnya mengalami gizi buruk. Ibu hamil
menghadapi resiko yang tinggi untuk kehilangan bayi mereka, perempuan dan anak
meninggal pada saat proses melahirkan, atau bayi yang lahir dengan kecacatan
fisik mau pun mental. Gizi buruk memberikan sumbangan 56%untuk kematian dari 11
juta anak diseluruh dunia karena sebab yang sebenarnya dapat dicegah sebelum
mereka mencapai ulang tahunnya yang ke lima.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian status
gizi.
2.
Apa saja faktor –
faktor yang mempengaruhi status gizi.
3.
Apa itu status gizi ibu
hamil.
4.
Bagaimana yang dimaksud
dengan status gizi balita.
5.
Bagaimana cara
penilaian status gizi.
6.
Bagaimana status gizi
ibu hamil dan balita menurut data dari puskesmas Meureubo.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui
apa pengertian status gizi.
2. Mengetahui
apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi.
3. Mengetahu status gizi ibu hamil.
4. Mengetahui status gizi balita.
5. Mengetaui
cara penilaian status gizi.
6. Mengetahui
status gizi ibu hamil dan balita menurut data dari puskesmas Meureubo.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Status Gizi
Status
gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000:
1).
Status
gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan
zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita,
aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit
dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008).
Status
gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien
akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin
(Almatsir, 2001).
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
1. Faktor External
Faktor
eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a. Pendapatan
Masalah
gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
b. Pendidikan
Pendidikan
gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua
atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
c. Pekerjaan
Pekerjaan
adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga
(Markum, 1991).
d. Budaya
Budaya
adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan
(Soetjiningsih, 1998).
2. Faktor Internal
Faktor
Internal yang mempengaruhi
status gizi antara lain :
a. Usia
Usia
akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam
pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b. Kondisi Fisik
Mereka
yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya
memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan
anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode
hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et,
all, 1986).
c. Infeksi
Infeksi
dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan
menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986)
C.
Status
Gizi Ibu Hamil
Masa
ibu hamil adalah masa dimana seseorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi
yang jauh lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan tidak hamil.
Diketahui bahwa janin membutuhkan zat-zat gizi dan hanya ibu yang dapat
memberikannya. Perlu diperhatikan secara khusus adalah pertumbuhan janin dalam
daerah pertumbuhan lambat dan daerah pertumbuhan cepat. Daerah pertumbuhan
lambat terjadi sebelum umur kehamilan 14 minggu. Setelah itu pertumbuhan agak
cepat, dan bertambah cepat sampai umur kehamilan 34 minggu. Kebutuhan zat gizi
ini diperoleh janin dari simpanan ibu pada masa anabolik, dan dari makanan ibu
setiap hari selama hamil. Berikut ini tertera jumlah unsur-unsur gizi yang
dianjurkan selama hamil: kalori 2500 kal, protein 80 g, garan kapur 7,8 g,
ferum 18 mg, vitamin A 4000 Kl, vitamin B1 1,2 mg, vitamin C 25 mg (Moehi
Sjahmien, 1988). Makanan ibu selama hamil dan keadaan gizi ibu pada waktu hamil
berhubungan erat dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Apabila makanan yang
dikonsumsi ibu kurang dan keadaan gizi ibu jelek maka besar kemungkinan bayi
lahir dengan BBLR. Konsekuensinya adalah bahwa bayi yang lahir kemungkinan
meninggal 17 kali lebih tinggi dibanding bayi lahir normal (Chase, 1989).
Kenaikan
pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yang terpenting keadaan gizi ibu hamil dan makanan ibu selama berlangsung
kehamilan. Berat badan hamil dan makanan ibu selama berlangsung kehamilan.
Berat badan (BB) sebelum hamil dan perubahan BB selama kehamilan berlangsung
merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksi berat badan lahir
bayi. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil, atau kenaikan berat badan
rendah sebelum hamil, atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat
hamil cenderung melahirkan bayi BBLR (Sayogo, 1993). Menurut Husaini kenaikan
berat badan yang dianggap baik untuk orang Indonesia ialah 9 kg. kenaikan berat
badan ibu tidak sama, tetapi pada umumnya kenaikan berat badan tertinggi adalah
pada umur kehamilan 16 – 20 minggu, dan kenaikan yang paling rendah pada 10
minggu pertama kehamilan.Hasil penelitian di Bogor, menunjukkan bahwa kenaikan
berat badan pada trisemester pertama adalah 1,0 kg, pada trisemester kedua 4,4
kg, dan pada trisemester ketiga 3,8 ketiga 3,8 kg (Husaini, dkk, 1986).Saat
kehamilan tubuh wanita mengalami perubahan khususnya genitalia ekstema, interna
dan mammae. Berat badan akan naik 6,5 – 16,5 kg terutama pada kehamilan 20
minggu terakhir (2 kg/bulan). Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabkan
oleh hasil konsepsi berupa plasenta, fetus, liquor amnion dan dari ibu sendiri
yaitu uterus dan mammae membesar, peningkatan volume darah, pertambahan protein
dan lemak, serta terjadinya retensi darah (Manaf, 1994). Kenaikan berat badan
selama kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan janin dalam kandungan.
Pada ibu-ibu hamil yang status gizi jelek sebelum hamil, maka kenaikan berat
badan pada saat hamil akan berpengaruh terhadap berat bayi lahir (Husaini,
1996).
Berat
badan bayi baru lahir ditentukan oleh status gizi janin. Status gizi janin
ditentukan antara lain oleh status gizi ibu pada waktu konsepsi. Status gizi
ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh:
1.
Keadaan sosial dan
ekonomi ibu sebelum hamil
2.
Keadaan kesehatan dan
gizi ibu
3.
Jarak kelahiran jika
yang dikandung bukan anak pertama
4.
Paritas
5.
Usia kehamilan pertama
6.
Status gizi ibu pada
waktu melahirkan ditentukan berdasarkan keadaan dan status gizi pada waktu
konsepsi, juga berdasarkan:
7.
Keadaan sosial dan
ekonomi waktu hamil
8.
Derajat pekerjaan fisik
9.
Asupan pangan
10. Pernah
tidaknya terjangkit penyakit infeksi
D.
Status
Gizi Balita
Status
gizi balita menurut WHO adalah mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat
atau tinggi badan standar WHO-NCHS (Wordl Health Organitation- Nasional Center
for Health Statistic. Jika hasil berat badan anak dicocokkan dengan tabel
Who-NCHS masih kurang maka status gizi balita tersebut dinyatakan kurang. Begitu
pula dengan tinggi badan. Jika setelah dicocokkan tinggi balita masih kurang
maka di anggapn pendek (stunted).
Adapun
menurut Prof. Dr. Ir Ali Khomsa. MS ( guru besar pangan dan gizi dari IPB) cara
menghitung status gizi balita adalah dengan menimbang berat badan menurut
(BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan mengukur tinggi badan
menurut umur (TB/U). Hasilnya dikelompokkan dalam normal, kurus, dan gemuk.
E.
Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi
seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi
dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi
makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005).
Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif
paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).
Dalam antropometri dapat dilakukan
beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB)
dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA
sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan
untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah
yang paling dikenal (Soekirman, 2000).
Melalui pengukuran antropometri,
status gizi anak dapat ditentukan apakah anak tersebut tergolong status gizi
baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat badan dan tinggi badan
hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar internasional yang
dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau
TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi
antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri.
Indikator BB/U menunjukkan secara
sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak
spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh
tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh
masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka
waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.
Indikator TB/U dapat menggambarkan
status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek
kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan
yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka
tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita
kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar
pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan
dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap
kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB
baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan
indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB merupakan pengukuran
antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan
spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi
linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat
badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan
demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila
data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan
manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO &
Unicef merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point
< -3 SD WHO 2006 (WHO & Unicef, 2009).
Dalam panduan tata laksana penderita
KEP (Depkes, 2000) gizi buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang
sangat parah yang ditandai dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 %
median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus,
kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan
status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri Kesehatan [Menkes]
RI mengeluarkan SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status
gizi anak bawah lima tahun. Dengan keluarnya SK tersebut maka data status
gizi yang dihasilkan mudah dianalisis lebih lanjut baik untuk perbandingan ,
kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2002).
Menurut SK tersebut penentuan gizi
status gizi tidak lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score
pada baku WHO-NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang
digunakan secara resmi adalah seperti Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Anak Bawah Lima Tahun (Balita) *
INDEKS
|
STATUS GIZI
|
AMBANG BATAS **)
|
Berat
Badan menurut Umur (BB/U)
|
Gizi Lebih
|
> +2
SD
|
Gizi
Baik
|
>= -2
SD sampai +2 SD
|
|
Gizi
Kurang
|
< -2
SD sampai >= -3 SD
|
|
Gizi
Buruk
|
< -3
SD
|
|
Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U)
|
Normal
|
> =
-2 SD
|
Pendek (Stunted)
|
< -2
SD
|
|
Berat
badan
menurut
Tinggi Badan (BB/TB)
|
Gemuk
|
> +2
SD
|
Normal
|
>= -2
SD sampai +2 SD
|
|
Kurus (wasted)
|
< -2
SD sampai >= -3 SD
|
|
Kurus
sekali
|
< -3
SD
|
*) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.
**) SD = Standard deviasi
Penelitian
ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan diKabupaten/Kota,
menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan penanganan sesuai
standar. Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM tersebut adalah Balita
yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki tanda-tanda klinis
(Depkes, 2003).
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang
cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT
dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang
sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan
timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk
orang dewasa berumur > 18 tahun
dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = ----------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk
Indonesia adalah sebagai berikut:
Kategori
|
IMT
|
|
Kurus
|
Kekurangan
berat badan tingkat berat
|
<>
|
Kurus sekali
|
Kekurangan
berat badan tingkat ringan
|
17,0
– 18,4
|
Normal
|
Normal
|
18,5
– 25,0
|
Gemuk
|
Kelebihan
berat badan tingkat ringan
|
25,1
– 27,0
|
Obes
|
Kelebihan
berat badan tingkat berat
|
>
27,0
|
Untuk
mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya
yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.
Indikator
yang sering digunakan khususnya untuk penentuan status gizi ibu hamil
dipelayanan dasar adalah berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA).
KMS adalah suatu alat yang sederhana dan mudah dikerjakan, untuk memantau
keadaan gizi dan kesehatan, sekaligus sebagai dasar untuk memotivasi ibu hamil
agar memeriksakan kesehatannya secara teratur di puskesmas dan posyandu.
Penggunaan kurva dan KMS ibu hamil ialah berdasarkan hasil pengukuran tinggi
badan (TB), berat badan (BB) per umur kehamilan ibu. Pada KMS garis kurva yang
sesuai dengan tinggi badan ditebalkan dengan pulpen dan titik berat badan ibu
dibubuhkan pada garis perpotongan dengan umur kehamilan. Apabila titik
perpotongan tersebut berada diatas garis kurva tebal, berarti keadaan kehamilan
itu baik, sebaliknya apabila titik tersebut berada dibawah garis kurva tebal
berarti keadaan kehamilan itu memerlukan perhatian yang lebih khusus, misalnya
dengan pemberian pelayanan kesehatan dan gizi yang lebih baik sehingga
terhindar dari kemungkinan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Ibu
hamil seharusnya memiliki kadar hemoglobin (Hb) > 11 g/dl. Pada saat post partum
minimal harus 10 g/dl. Jika ibu mengalami anemia terutama penyebab yang paling
sering adalah karena kekurangan zat besi (Fe) risiko persalinan yang abnormal
akan meningkat, demikian pula dengan risiko infeksi ibu dan kecenderungan
perdarahan yang akan berdampak pada morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Kondisi anemia kekurangan zat besi puncaknya sering terjadi pada trimester II
dan III. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan karena asupan Fe yang kurang,
adanya infeksi parasit dan interval kehamilan yang pendek. Keadaan anemia
seringkali menyebabkan ibu jatuh dalam kondisi mudah lelah, kekuatan fisik
menurun, timbulnya gejala kardiovaskuler, predisposisi infeksi, risiko
peripartum blood loss, dan risiko gangguan penyembuhan luka.
Sedangkan
bagi janin kondisi kekurangan Fe hingga < 9 g/dl meningkatkan risiko
persalinan preterm, intrauterine growth retardation (IUGR), dan intrauterine
fetal death (IUFD). Plasenta pun terkena imbasnya yaitu bisa mengalami hipoksia
kronik dan angiogenesis. Hipotesis Baker mengatakan bahwa terdapat hubungan
antara gangguan pada plasenta dan pertumbuhan janin yang mempengaruhi risiko
berkembangnya penyakit pada janin tersebut setelah dewasa seperti timbulnya
penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus.
Vitamin
A untuk ibu dan bayi berguna sebagai imunomodulator bagi kekebalan mukosa.
Namun penggunaanya tidak boleh terlampau banyak. Suplemen vitamin A tidak boleh
melebihi dosis yang telah direkomendasikan dalam Recommended Dietary Allowance
yaitu sejumlah > 15.000 IU/hari. Konsumsi yang terlalu banyak akan
meningkatkan risiko cacat bawaan janin.
Kebutuhan
kalium dan fosfor umumnya pada ibu hamil tidak meningkat. Namun jika diet
kalsium rata-rata kurang dari yang dianjurkan untuk orang sehat dan normal
yaitu sejumlah < 600 per hari ditakutkan akan meningkatkan risiko terjadinya
pre eklampsia dan kualitas bayi yang menurun. Namun hal ini masih menjadi
perdebatan pula tentang kebenarannya.
Zinc,
termasuk mineral yang penting dikonsumsi oleh ibu. Diet rendah zinc akan meningkatkan
risiko janin lahir prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan. Zinc
ditengarai mampu meningkatkan berat lahir dan lingkar kepala. Untuk itu,
konsumsi Zinc paling tidak harus sudah dimulai sejak hamil 19 minggu dengan
dosis 15 mg/hari.
Jika
mengamati suplemen ibu hamil, beberapa komponen diantaranya adalah asam folat,
AA DHA, FOS (Prebiotik) dan Ginger. Kekurangan Asam folat kurang dari 0,24
mg/hari pada kehamilan < 28 minggu akan meningkatkan risiko cacat pada
janin, persalinan kurang bulan, serta berat bayi lahir rendah, misalnya
meningocele. Defisiensi asam folat juga mengganggu pertumbuhan sistem saraf
pusat, jika terjadi gangguan pada hari ke-16 pasca fertilisasi akan berdampak
pada pembentukan kepala yang terjadi pada hari ke-22 hingga 26 sehingga bisa
terjadi encephali, bayi tanpa tempurung kepala dan otak. Hal tersebut juga bisa
berdampak pada gangguan pembentukan tulang belakang sehingga janin bisa
menderita spina bifida.
Pada
ibu yang mengalami kondisi defisiensi asam folat disertai dengan defisiensi
vitamin B6, B12, penyakit ginjal, hati, serta minum obat-obatan akan terjadi
hiperhomosisteinemia. Keadaan ini berpotensi menyebabkan berbagai cacat bawaan
seperti kelainan jantung, pembuluh darah, kelainan saraf pusat, abortus, prematuritas,
solusio plasenta, janin mati dalam kandungan (IUFD), pre-eklamsia, maupun
eklamsia. Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan pemenuhan kebutuhan
vitamin B6, B12 dan asam folat selama hamil. Kebutuhan asam folat untuk wanita
tidak hamil adalah sebesar 100 mg/hari sedangkan untuk wanita hamil adalah
berkisar antara 500 - 1000 mg/hari. Bagi ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi
dengan kelainan saraf pusat dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat dengan
dosis 4000 mg (4 mg)/hari mulai 1 bulan sebelum hamil sampai dengan usia hamil
3 bulan. Rekomendasi yang dianjurkan CDC tahun 1992 terbagi dalam dosis
profilaksis 0,4 mg / hari untuk wanita usia reproduksi serta dosis 4 mg / hari
mulai 1 bulan sebelum rencana kehamilan sampai dengan trimester 1, untuk wanita
dengan risiko terjadinya kecacatan syaraf janin. Asam folat banyak terdapat
pada kacang-kacangan dan buah-buahan. Namun dalam makanan ini keadaan bahan
asam folat yaitu poliglutamat, bersifat tidak stabil. Mengkonsumsi suplemen asam
folat, karena dalam suplemen ia berbentuk monoglutamat yang lebih stabil.
Lemak
yang baik bagi pertumbuhan janin adalah jenis LC PUFA (long chain
poly-unsaturated fatty acid) yang terdiri dari asam amino, DHA dan asam lemak
tak jenuh yang diperlukan untuk pembentukan otak, hati dan retina. Dengan
cukupnya zat-zat tersebut diharapkan bayi akan lahir dalam usia cukup bulan. AA
dan DHA berperan dalam pembentukan membran sel, endothel, serta jaringan saraf.
Pada kehamilan bermanfaat untuk mencapai berat lahir yang optimal, mencukupkan
usia kehamilan dan mencegah preeklampsia. Pada ibu menyusui juga bermanfaat
untuk mencapai tumbuh kembang bayi yang optimal.
Salah
satu komposisi suplemen ibu hamil yaitu Zingiber officinale yang di Indonesia
dikenal dengan nama jahe. Bahan ini sebenarnya masih dipertanyakan efek
terapeutiknya. Menurut Tyler dan Foster, 1996, fungsinya saat ini merupakan
obat herbal untuk memperbaiki distress saluran pencernaan. Misalnya untuk
mengurangi insiden mual dan muntah selama kehamilan. Menurut Backon 1991, jahe
meningkatkan aktivitas tromboksan sintetase yang berdampak pada testosteron –
binding, memodifikasi sex steroid dependent serta diferensiasi otak janin.
Namun hal tersebut masih dipertanyakan pula oleh para ahli. Efek jahe tersebut
tergantung pula pada dosis dan durasi konsumsinya.
Salah
satu lagi bahan yang bermanfaat bagi ibu hamil adalah prebiotik. Bahan berasal
dari jenis fruktoolgisakarida (FOS), tidak dihidrolisis maupun diabsorbsi di
saluran cerna bagian atas. Memiliki mekanisme kerja merangsang pertumbuhan
bakteri komensal dalam kolon (Bifidobacteria dan Lactobacillus), merubah
mikroflora menjadi bermanfaat, menjaga kesehatan usus, menambah jumlah spesimen
saccharolitic serta mengurangi mikroorgansime yang patogen. Oligosakarida dalam
makanan diubah mnejadi fruktosa kemudian dibuah lagi mnejadi
fruktooligosakarida (FOS) sehingga berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik ini
juga berfungsi untuk melindungi mukosa saluran cerna dari infeksi, menurunkan
pH usus, menekan pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin K,
mengaktifkan fungsi usus, maupun menstimulasi respon imun.
A.
Data Status Gizi
Data
status gizi merupakan dokumen yang sangat penting untuk melihat perkembangan
status gizi dan untuk mengatasi atau menanggulangi masalah kesehatan terutama
yang disebabkan oleh konsumsi zat gizi. Data sangat mendukung dalam membuat
berbagai kebijakan untuk menanggulangi masalah gizi. Dengan adanya data masalah
dapat diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan.
Menurut
data yang diperoleh dari puskesmas Meureubo, status gizi ibu hamil pada desa
mereubo adalah berstatus gizi baik.
Sedangakan
data status gizi balita di desa Balee 37,5% balita masih mengalami gizi kurang
di lihat dari BB/U. TB/U menunjukkan 46,87 % balita memiliki tinggi badan yang
tergoleng pendek (stanted). Jika dilihat dari BB/TB, ada sekitar 3 anak yang
tergolong kurus, 1 anak gemuk, 1 anak kurus dan selebihnya normal.
Desa
SP VI perkembangan gizi balita tergolong cukup baik, karena hanya ditemukan 3
orang anak yang mengalami gizi kurang, 6 orang terglong pendek dan hanya 1
orang anak yang tergolong kurus dari jumlah keseluruhan anak adalah 34 orang.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Status
gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan
zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita,
aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit
dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008).
Diantara beberapa metode tersebut,
pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan
(Soekirman, 2000). Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran
yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas
(LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur
adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan,
keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling
dikenal (Soekirman, 2000).
Indikator yang sering digunakan
khususnya untuk penentuan status gizi ibu hamil dipelayanan dasar adalah berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA).
B. Saran
Masih banyaknya balita yang memiliki gizi kurang
desebabkan oleh pola asuh ibu. Peran petugas kesehatan harus ditingkatkan
terutama dalam memberikan pengetahuan kepada ibu hamil maupun ibu balita untuk
menjaga kebutahan gizi anak mereka. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya
melakukan penyuluhan di luar kegiatan Posyandu.
Makalah ini masih jauh darin kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
http://
pengertian-status-gizi.htm. oleh Anne Anhira.com, diakses tgl 28 April 2012
2.
Status Gizi dan Faktor
yang Mempengaruhi _ anwarsasake.htm. Posted on August
7, 2009 by Lalu M. Anwar.
diakses tgl 28 April 2012
4.
http:// STATUS
GIZI/index.php.htm, bidan kita (bidan Yesie Aprilia S.Si.T,M.Kes. Gizi yang
tepat untuk bumil. diakses tgl 28 April 2012
5.
http//. « Referensi
Kesehatan.htm. Status Gizi januari 2010. diakses tgl 28 April 2012
6.
status-gizi-balita-menurut-who.htm.oleh
Anne Anhira.com, diakses tgl 28 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar