Selasa, 12 April 2016

Makalah gizi ibu hamil dan balita



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin  yang sedang dikandung.  Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan  bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal.  Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. 
Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik.  Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996).  Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Di Indonesia, walau pun tingkat kemiskinan mulai berkurang, namun tetap ada daerah-daerah dimana kurang gizi masih menjadi masalah utama. Gizi buruk tidak hanya berdampak pada kesehatan seseorang secara pribadi, tapi juga mengurangi kemampuan masyarakat untuk keluar dari kemiskinan. Gizi buruk mengurangi kemampuan seseorang untuk bekerja dan juga mengurangi kemampuan anak-anak untuk belajar disekolah, mengurangi tingkat kesehatan dan menjadi terlalu lelah untuk bekerja dan belajar dengan baik. Diperkirakan bahwa gizi buruk dapat menghabiskan biaya suatu Negara sebanyak 2-3% dari produk domestic  bruto (“Repositioning Nutrition as Central to Development: A Strategy for Large-Scale Action,” published by the World Bank in 2006).
Perempuan dan anak-anak adalah yang biasa dan umumnya mengalami gizi buruk. Ibu hamil menghadapi resiko yang tinggi untuk kehilangan bayi mereka, perempuan dan anak meninggal pada saat proses melahirkan, atau bayi yang lahir dengan kecacatan fisik mau pun mental. Gizi buruk memberikan sumbangan 56%untuk kematian dari 11 juta anak diseluruh dunia karena sebab yang sebenarnya dapat dicegah sebelum mereka mencapai ulang tahunnya yang ke lima.
B.     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan  yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian status gizi.
2.      Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi.
3.      Apa itu status gizi ibu hamil.
4.      Bagaimana yang dimaksud dengan status gizi balita.
5.      Bagaimana cara penilaian status gizi.
6.      Bagaimana status gizi ibu hamil dan balita menurut data dari puskesmas Meureubo.
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui apa pengertian status gizi.
2.      Mengetahui apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi.
3.      Mengetahu  status gizi ibu hamil.
4.      Mengetahui  status gizi balita.
5.      Mengetaui cara penilaian status gizi.
6.      Mengetahui status gizi ibu hamil dan balita menurut data dari puskesmas Meureubo.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam  pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1).
Status gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsir, 2001).
B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
1.      Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a.       Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
b.      Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
c.       Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang  menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
d.      Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).
2.      Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a.       Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b.      Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all,  1986).
c.       Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all,  1986)
C.    Status Gizi Ibu Hamil
Masa ibu hamil adalah masa dimana seseorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan tidak hamil. Diketahui bahwa janin membutuhkan zat-zat gizi dan hanya ibu yang dapat memberikannya. Perlu diperhatikan secara khusus adalah pertumbuhan janin dalam daerah pertumbuhan lambat dan daerah pertumbuhan cepat. Daerah pertumbuhan lambat terjadi sebelum umur kehamilan 14 minggu. Setelah itu pertumbuhan agak cepat, dan bertambah cepat sampai umur kehamilan 34 minggu. Kebutuhan zat gizi ini diperoleh janin dari simpanan ibu pada masa anabolik, dan dari makanan ibu setiap hari selama hamil. Berikut ini tertera jumlah unsur-unsur gizi yang dianjurkan selama hamil: kalori 2500 kal, protein 80 g, garan kapur 7,8 g, ferum 18 mg, vitamin A 4000 Kl, vitamin B1 1,2 mg, vitamin C 25 mg (Moehi Sjahmien, 1988). Makanan ibu selama hamil dan keadaan gizi ibu pada waktu hamil berhubungan erat dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Apabila makanan yang dikonsumsi ibu kurang dan keadaan gizi ibu jelek maka besar kemungkinan bayi lahir dengan BBLR. Konsekuensinya adalah bahwa bayi yang lahir kemungkinan meninggal 17 kali lebih tinggi dibanding bayi lahir normal (Chase, 1989).
Kenaikan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang terpenting keadaan gizi ibu hamil dan makanan ibu selama berlangsung kehamilan. Berat badan hamil dan makanan ibu selama berlangsung kehamilan. Berat badan (BB) sebelum hamil dan perubahan BB selama kehamilan berlangsung merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksi berat badan lahir bayi. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil, atau kenaikan berat badan rendah sebelum hamil, atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi BBLR (Sayogo, 1993). Menurut Husaini kenaikan berat badan yang dianggap baik untuk orang Indonesia ialah 9 kg. kenaikan berat badan ibu tidak sama, tetapi pada umumnya kenaikan berat badan tertinggi adalah pada umur kehamilan 16 – 20 minggu, dan kenaikan yang paling rendah pada 10 minggu pertama kehamilan.Hasil penelitian di Bogor, menunjukkan bahwa kenaikan berat badan pada trisemester pertama adalah 1,0 kg, pada trisemester kedua 4,4 kg, dan pada trisemester ketiga 3,8 ketiga 3,8 kg (Husaini, dkk, 1986).Saat kehamilan tubuh wanita mengalami perubahan khususnya genitalia ekstema, interna dan mammae. Berat badan akan naik 6,5 – 16,5 kg terutama pada kehamilan 20 minggu terakhir (2 kg/bulan). Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabkan oleh hasil konsepsi berupa plasenta, fetus, liquor amnion dan dari ibu sendiri yaitu uterus dan mammae membesar, peningkatan volume darah, pertambahan protein dan lemak, serta terjadinya retensi darah (Manaf, 1994). Kenaikan berat badan selama kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang status gizi jelek sebelum hamil, maka kenaikan berat badan pada saat hamil akan berpengaruh terhadap berat bayi lahir (Husaini, 1996).
Berat badan bayi baru lahir ditentukan oleh status gizi janin. Status gizi janin ditentukan antara lain oleh status gizi ibu pada waktu konsepsi. Status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh:
1.        Keadaan sosial dan ekonomi ibu sebelum hamil
2.        Keadaan kesehatan dan gizi ibu
3.        Jarak kelahiran jika yang dikandung bukan anak pertama
4.        Paritas
5.        Usia kehamilan pertama
6.        Status gizi ibu pada waktu melahirkan ditentukan berdasarkan keadaan dan status gizi pada waktu konsepsi, juga berdasarkan:
7.        Keadaan sosial dan ekonomi waktu hamil
8.        Derajat pekerjaan fisik
9.        Asupan pangan
10.    Pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi
D.    Status Gizi Balita
Status gizi balita menurut WHO adalah mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat atau tinggi badan standar WHO-NCHS (Wordl Health Organitation- Nasional Center for Health Statistic. Jika hasil berat badan anak dicocokkan dengan tabel Who-NCHS masih kurang maka status gizi balita tersebut dinyatakan kurang. Begitu pula dengan tinggi badan. Jika setelah dicocokkan tinggi balita masih kurang maka di anggapn pendek (stunted).
Adapun menurut Prof. Dr. Ir Ali Khomsa. MS ( guru besar pangan dan gizi dari IPB) cara menghitung status gizi balita adalah dengan menimbang berat badan menurut (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan mengukur tinggi badan menurut umur (TB/U). Hasilnya dikelompokkan dalam normal, kurus, dan gemuk.
E.     Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi  dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005). Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).
Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal (Soekirman, 2000).
Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri.
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini  dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.
Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik.  Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal.  Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef  merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO 2006 (WHO & Unicef, 2009).
Dalam panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) gizi buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri Kesehatan [Menkes] RI mengeluarkan SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun.  Dengan keluarnya SK tersebut maka data status gizi yang dihasilkan mudah dianalisis lebih lanjut baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2002).
Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) *
INDEKS
STATUS GIZI
AMBANG BATAS **)
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Gizi Lebih
> +2 SD
Gizi Baik
>= -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang
< -2 SD sampai >= -3 SD
Gizi Buruk
< -3 SD
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Normal
> = -2 SD
Pendek (Stunted)
< -2 SD
Berat    badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk
> +2 SD
Normal
>= -2 SD sampai +2 SD
Kurus (wasted)
< -2 SD sampai >= -3 SD
Kurus sekali
< -3 SD
*) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.
**) SD = Standard deviasi
Penelitian ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan diKabupaten/Kota, menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan penanganan sesuai standar.  Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM tersebut adalah Balita yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki tanda-tanda klinis (Depkes, 2003).
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.


Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = ----------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
<>
Kurus sekali
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Obes
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.
Indikator yang sering digunakan khususnya untuk penentuan status gizi ibu hamil dipelayanan dasar adalah berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA). KMS adalah suatu alat yang sederhana dan mudah dikerjakan, untuk memantau keadaan gizi dan kesehatan, sekaligus sebagai dasar untuk memotivasi ibu hamil agar memeriksakan kesehatannya secara teratur di puskesmas dan posyandu. Penggunaan kurva dan KMS ibu hamil ialah berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan (TB), berat badan (BB) per umur kehamilan ibu. Pada KMS garis kurva yang sesuai dengan tinggi badan ditebalkan dengan pulpen dan titik berat badan ibu dibubuhkan pada garis perpotongan dengan umur kehamilan. Apabila titik perpotongan tersebut berada diatas garis kurva tebal, berarti keadaan kehamilan itu baik, sebaliknya apabila titik tersebut berada dibawah garis kurva tebal berarti keadaan kehamilan itu memerlukan perhatian yang lebih khusus, misalnya dengan pemberian pelayanan kesehatan dan gizi yang lebih baik sehingga terhindar dari kemungkinan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Ibu hamil seharusnya memiliki kadar hemoglobin (Hb) > 11 g/dl. Pada saat post partum minimal harus 10 g/dl. Jika ibu mengalami anemia terutama penyebab yang paling sering adalah karena kekurangan zat besi (Fe) risiko persalinan yang abnormal akan meningkat, demikian pula dengan risiko infeksi ibu dan kecenderungan perdarahan yang akan berdampak pada morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Kondisi anemia kekurangan zat besi puncaknya sering terjadi pada trimester II dan III. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan karena asupan Fe yang kurang, adanya infeksi parasit dan interval kehamilan yang pendek. Keadaan anemia seringkali menyebabkan ibu jatuh dalam kondisi mudah lelah, kekuatan fisik menurun, timbulnya gejala kardiovaskuler, predisposisi infeksi, risiko peripartum blood loss, dan risiko gangguan penyembuhan luka.
Sedangkan bagi janin kondisi kekurangan Fe hingga < 9 g/dl meningkatkan risiko persalinan preterm, intrauterine growth retardation (IUGR), dan intrauterine fetal death (IUFD). Plasenta pun terkena imbasnya yaitu bisa mengalami hipoksia kronik dan angiogenesis. Hipotesis Baker mengatakan bahwa terdapat hubungan antara gangguan pada plasenta dan pertumbuhan janin yang mempengaruhi risiko berkembangnya penyakit pada janin tersebut setelah dewasa seperti timbulnya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus.
Vitamin A untuk ibu dan bayi berguna sebagai imunomodulator bagi kekebalan mukosa. Namun penggunaanya tidak boleh terlampau banyak. Suplemen vitamin A tidak boleh melebihi dosis yang telah direkomendasikan dalam Recommended Dietary Allowance yaitu sejumlah > 15.000 IU/hari. Konsumsi yang terlalu banyak akan meningkatkan risiko cacat bawaan janin.
Kebutuhan kalium dan fosfor umumnya pada ibu hamil tidak meningkat. Namun jika diet kalsium rata-rata kurang dari yang dianjurkan untuk orang sehat dan normal yaitu sejumlah < 600 per hari ditakutkan akan meningkatkan risiko terjadinya pre eklampsia dan kualitas bayi yang menurun. Namun hal ini masih menjadi perdebatan pula tentang kebenarannya.
Zinc, termasuk mineral yang penting dikonsumsi oleh ibu. Diet rendah zinc akan meningkatkan risiko janin lahir prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan. Zinc ditengarai mampu meningkatkan berat lahir dan lingkar kepala. Untuk itu, konsumsi Zinc paling tidak harus sudah dimulai sejak hamil 19 minggu dengan dosis 15 mg/hari.
Jika mengamati suplemen ibu hamil, beberapa komponen diantaranya adalah asam folat, AA DHA, FOS (Prebiotik) dan Ginger. Kekurangan Asam folat kurang dari 0,24 mg/hari pada kehamilan < 28 minggu akan meningkatkan risiko cacat pada janin, persalinan kurang bulan, serta berat bayi lahir rendah, misalnya meningocele. Defisiensi asam folat juga mengganggu pertumbuhan sistem saraf pusat, jika terjadi gangguan pada hari ke-16 pasca fertilisasi akan berdampak pada pembentukan kepala yang terjadi pada hari ke-22 hingga 26 sehingga bisa terjadi encephali, bayi tanpa tempurung kepala dan otak. Hal tersebut juga bisa berdampak pada gangguan pembentukan tulang belakang sehingga janin bisa menderita spina bifida.
Pada ibu yang mengalami kondisi defisiensi asam folat disertai dengan defisiensi vitamin B6, B12, penyakit ginjal, hati, serta minum obat-obatan akan terjadi hiperhomosisteinemia. Keadaan ini berpotensi menyebabkan berbagai cacat bawaan seperti kelainan jantung, pembuluh darah, kelainan saraf pusat, abortus, prematuritas, solusio plasenta, janin mati dalam kandungan (IUFD), pre-eklamsia, maupun eklamsia. Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan pemenuhan kebutuhan vitamin B6, B12 dan asam folat selama hamil. Kebutuhan asam folat untuk wanita tidak hamil adalah sebesar 100 mg/hari sedangkan untuk wanita hamil adalah berkisar antara 500 - 1000 mg/hari. Bagi ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi dengan kelainan saraf pusat dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat dengan dosis 4000 mg (4 mg)/hari mulai 1 bulan sebelum hamil sampai dengan usia hamil 3 bulan. Rekomendasi yang dianjurkan CDC tahun 1992 terbagi dalam dosis profilaksis 0,4 mg / hari untuk wanita usia reproduksi serta dosis 4 mg / hari mulai 1 bulan sebelum rencana kehamilan sampai dengan trimester 1, untuk wanita dengan risiko terjadinya kecacatan syaraf janin. Asam folat banyak terdapat pada kacang-kacangan dan buah-buahan. Namun dalam makanan ini keadaan bahan asam folat yaitu poliglutamat, bersifat tidak stabil. Mengkonsumsi suplemen asam folat, karena dalam suplemen ia berbentuk monoglutamat yang lebih stabil.
Lemak yang baik bagi pertumbuhan janin adalah jenis LC PUFA (long chain poly-unsaturated fatty acid) yang terdiri dari asam amino, DHA dan asam lemak tak jenuh yang diperlukan untuk pembentukan otak, hati dan retina. Dengan cukupnya zat-zat tersebut diharapkan bayi akan lahir dalam usia cukup bulan. AA dan DHA berperan dalam pembentukan membran sel, endothel, serta jaringan saraf. Pada kehamilan bermanfaat untuk mencapai berat lahir yang optimal, mencukupkan usia kehamilan dan mencegah preeklampsia. Pada ibu menyusui juga bermanfaat untuk mencapai tumbuh kembang bayi yang optimal.
Salah satu komposisi suplemen ibu hamil yaitu Zingiber officinale yang di Indonesia dikenal dengan nama jahe. Bahan ini sebenarnya masih dipertanyakan efek terapeutiknya. Menurut Tyler dan Foster, 1996, fungsinya saat ini merupakan obat herbal untuk memperbaiki distress saluran pencernaan. Misalnya untuk mengurangi insiden mual dan muntah selama kehamilan. Menurut Backon 1991, jahe meningkatkan aktivitas tromboksan sintetase yang berdampak pada testosteron – binding, memodifikasi sex steroid dependent serta diferensiasi otak janin. Namun hal tersebut masih dipertanyakan pula oleh para ahli. Efek jahe tersebut tergantung pula pada dosis dan durasi konsumsinya.
Salah satu lagi bahan yang bermanfaat bagi ibu hamil adalah prebiotik. Bahan berasal dari jenis fruktoolgisakarida (FOS), tidak dihidrolisis maupun diabsorbsi di saluran cerna bagian atas. Memiliki mekanisme kerja merangsang pertumbuhan bakteri komensal dalam kolon (Bifidobacteria dan Lactobacillus), merubah mikroflora menjadi bermanfaat, menjaga kesehatan usus, menambah jumlah spesimen saccharolitic serta mengurangi mikroorgansime yang patogen. Oligosakarida dalam makanan diubah mnejadi fruktosa kemudian dibuah lagi mnejadi fruktooligosakarida (FOS) sehingga berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik ini juga berfungsi untuk melindungi mukosa saluran cerna dari infeksi, menurunkan pH usus, menekan pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin K, mengaktifkan fungsi usus, maupun menstimulasi respon imun.
A.    Data Status Gizi
Data status gizi merupakan dokumen yang sangat penting untuk melihat perkembangan status gizi dan untuk mengatasi atau menanggulangi masalah kesehatan terutama yang disebabkan oleh konsumsi zat gizi. Data sangat mendukung dalam membuat berbagai kebijakan untuk menanggulangi masalah gizi. Dengan adanya data masalah dapat diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan.
Menurut data yang diperoleh dari puskesmas Meureubo, status gizi ibu hamil pada desa mereubo adalah berstatus gizi baik.
Sedangakan data status gizi balita di desa Balee 37,5% balita masih mengalami gizi kurang di lihat dari BB/U. TB/U menunjukkan 46,87 % balita memiliki tinggi badan yang tergoleng pendek (stanted). Jika dilihat dari BB/TB, ada sekitar 3 anak yang tergolong kurus, 1 anak gemuk, 1 anak kurus dan selebihnya normal.
Desa SP VI perkembangan gizi balita tergolong cukup baik, karena hanya ditemukan 3 orang anak yang mengalami gizi kurang, 6 orang terglong pendek dan hanya 1 orang anak yang tergolong kurus dari jumlah keseluruhan anak adalah 34 orang.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Status gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008).
Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000). Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal (Soekirman, 2000).
Indikator yang sering digunakan khususnya untuk penentuan status gizi ibu hamil dipelayanan dasar adalah berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA).
B.       Saran
Masih banyaknya balita yang memiliki gizi kurang desebabkan oleh pola asuh ibu. Peran petugas kesehatan harus ditingkatkan terutama dalam memberikan pengetahuan kepada ibu hamil maupun ibu balita untuk menjaga kebutahan gizi anak mereka. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya melakukan penyuluhan di luar kegiatan Posyandu.
Makalah ini masih jauh darin kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1.        http:// pengertian-status-gizi.htm. oleh Anne Anhira.com, diakses tgl 28 April 2012
2.        Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi _ anwarsasake.htm. Posted on August 7, 2009 by Lalu M. Anwar. diakses tgl 28 April 2012
3.        http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/21/GIZI_IBU_HAMIL. diakses tgl 28 April 2012
4.        http:// STATUS GIZI/index.php.htm, bidan kita (bidan Yesie Aprilia S.Si.T,M.Kes. Gizi yang tepat untuk bumil. diakses tgl 28 April 2012
5.        http//. « Referensi Kesehatan.htm. Status Gizi januari 2010. diakses tgl 28 April 2012
6.        status-gizi-balita-menurut-who.htm.oleh Anne Anhira.com, diakses tgl 28 April 2012







Tidak ada komentar:

Posting Komentar